Tradisi ini disebut Gerebeg Apem. Tradisi ini diawali dengan kirab 3 gunungan yang tersusun dari kue apem. Sebanyak 19 ribu kue tradisional masyarakat Jawa itu disusun menjadi gunungan setinggi 3 meter, 2 meter, dan 1 meter.
Ketiga gunungan apem tersebut dikirab dari Taman Ringin Contong di Jalan KH Wahid Hasyim menuju ke Alun-alun Jombang. Para peserta kirab setidaknya menempuh jarak 3 km. Ribuan warga bersuka cita menyaksikan kirab ini di sepanjang jalur jalan.
Sampai di alun-alun, kirab gunungan apem disambut Bupati Jombang Mundjidah Wahab dan unsur Forkopimda lainnya. Ketiga gunungan langsung diserbu warga sesaat setelah doa dilantunkan.
Tak hanya pria dewasa, para emak-emak juga tak mau ketinggalan berebut apem. Tak sedikit anak-anak yang ikut berjibaku untuk mendapatkan kue apem. Hanya dalam hitungan menit, kue berbahan utama tepung beras itu ludes diambil warga.
Foto: Enggran Eko Budianto |
Salah seorang warga Mamik (38) mengaku senang bisa ikut Gerebeg Apem tahun ini. Apem-apem yang dia dapatkan akan dia makan bersama keluarganya.
"Nanti mau dimakan di rumah dan saya bagi-bagi ke tetangga," kata Mamik kepada wartawan di lokasi Gerebeg Apem, Jumat (3/5/2019).
Bupati Jombang Mundjidah Wahab menjelaskan, tradisi Garebeg Apem rutin digelar setiap tahun untuk menyambut bulan Ramadhan. Menurut dia, tradisi ini sekaligus sebagai pengingat bagi warga Kota Santri akan datangnya bulan suci tersebut.
Kata Apem sendiri, lanjut Mundjidah, berasal dari Bahasa Arab Afwan yang artinya meminta maaf. Artinya, kue ini disuguhkan masyarakat Jawa menjelang Ramadhan sebagai simbol permintaan maaf kepada sesama.
"Nah, dengan demikian budaya Jawa digandeng budaya Islam maka jadinya apem," tandasnya.
Tonton video Pengerajin Dekorasi di Yordania Bersiap Sambut Ramadan:
(fat/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini