Jakarta - Penyidik
KPK bergerak cepat mengupayakan penggeledahan mulai kantor hingga kediaman Menteri Perdagangan (Mendag)
Enggartiasto Lukita. Sebab, lembaga antirasuah itu mendapatkan informasi adanya indikasi sumber gratifikasi untuk Bowo Sidik Pangarso.
Awalnya pada Senin, 29 April, kantor Enggartiasto yang diobok-obok KPK. Setidaknya KPK mendapatkan dokumen-dokumen serta barang bukti elektronik yang diangkut dalam 2 koper.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berikutnya dokumen-dokumen dan barang bukti elektronik yang sudah didapatkan dari kantor Kemendag sebelumnya sedang dipelajari dan nanti akan diklarifikasi pada pemeriksaan saksi-saksi sesuai kebutuhan penyidikan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Enggartiasto sendiri sempat mengaku tidak tahu-menahu soal penggeledahan itu. Dia juga sempat balik menanyakan soal dugaan pemberian uang kepada Bowo Sidik.
"Dari saya yakin betul nggak ada (memberikan uang). Dia dari Golkar, saya dari NasDem," kata menteri yang kerap disapa Enggar itu.
Namun rupanya penggeledahan KPK tidak berhenti di situ saja. Di mana lagi KPK bergerak?
Keesokan harinya, yaitu pada Selasa, 30 April 2019, KPK mendatangi rumah Enggar di daerah Selong, Jakarta Selatan. Sayangnya, KPK tidak menemukan yang dicari.
"Informasi dari tim, tidak ada yang disita dari lokasi penggeledahan rumah Mendag tersebut. Kami tidak melakukan penyitaan karena barang atau benda yang ada di rumah tersebut tidak terkait dengan pokok perkara sejauh ini sehingga secara
fair penyidik tidak melakukan penyitaan," kata Febri.
Memangnya apa yang dicari KPK?
KPK menyatakan penggeledahan itu dilakukan karena adanya temuan informasi saat proses penyidikan. Sebagaimana diketahui, dalam proses penyidikan ini, ada pengakuan Bowo Sidik mengenai sumber uang gratifikasi, salah satunya berasal dari Enggar.
"Ini merupakan bagian dari proses verifikasi beberapa info yang berkembang di penyidikan, terutama terkait dengan apakah benar atau tidak info tentang sumber dana gratifikasi yang diduga diterima BSP (Bowo Sidik Pangarso)," kata Febri.
Dalam perkara ini, Bowo menjadi tersangka di KPK karena diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat seorang bernama Indung. KPK juga telah menetapkan Asty dan Indung menjadi tersangka.
Asty diduga memberi Bowo duit Rp 1,5 miliar lewat 6 kali pemberian serta Rp 89,4 juta yang diberikan Asty kepada Bowo lewat Indung saat operasi tangkap tangan terjadi. Suap itu diduga agar Bowo membantu PT HTK dalam proses perjanjian dengan PT Pupuk Indonesia Logistik.
Selain suap, KPK menduga Bowo menerima gratifikasi Rp 6,5 miliar dari pihak lain sehingga total penerimaan Bowo berjumlah Rp 8 miliar. Total Rp 8 miliar itu kemudian disita dalam 400 ribu amplop di dalam puluhan kardus. Menurut KPK, duit itu diduga hendak digunakan sebagai serangan fajar untuk Pemilu 2019.
Nah, pihak lain yang memberikan gratifikasi ke Bowo itu salah satunya disebut dari Direktur Utama PT PLN nonaktif Sofyan Basir, meski kemudian dibantah pengacara Sofyan. Selain itu, ada keterangan dari pengacara Bowo bahwa ada menteri pula yang memberikan uang ke Bowo.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini