"Kita tidak tahu itu, harus diperjelas itu kepada siapa, kalau benar itu, kepada siapa diberikan, harus jelas orangnya," kata Ketua PBNU Robikin Emhas saat dihubungi, Kamis (25/4/2019).
Robikin mengatakan penerima uang dari Sekjen KONI itu harus dipastikan keanggotannya di PBNU dan Muktamar. Jangan sampai, menurut Robikin, uang itu menjadi fitnah bagi warga Nahdliyin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Robikin kemudian mempertanyakan waktu kejadian tindak pidana suap dana hibah Kemenpora dengan pelaksanaan Muktamar NU. Dia menyebut ada perbedaan waktu yang cukup jauh.
"Setahu saya itu kasus itu tahun 2018, Muktamar itu tahun 2015. Masuk akal nggak? Jadi secara tempus delicti-nya dari waktu kejadian tindak pidana suap-menyuap itu terjadi, itu tidak mungkin karena kasus suap 2018, sementara Muktamar tahun 2015," ujarnya.
Jika uang itu benar diberikan, menurut Robikin, penerima sumbangan tak mungkin menanyakan asal-usul uang yang diterima.
"Andai kata benar, tapi tidak benar kan. Andai kata ada sumbangan pada saat itu, maka penerima sumbangan nanya dulu itu uang apa yang kalian sumbangkan? Sampeyan kalau minta sumbangan ke saya terus saya sumbang, sampeyan itu nanya ke saya, kiai ini uang apa? Kan nggak mungkin begitu," ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang suap dana hibah, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy disebut pernah memberikan uang Rp 300 juta untuk Muktamar NU di Jombang. Uang tersebut berkaitan dana hibah KONI ke Kemenpora.
Dalam perkara ini, Ending Fuad Hamidy didakwa memberikan suap Rp 400 juta kepada Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana serta dua staf Kemenpora bernama Adhi Purnomo dan Eko Triyanta. Pemberian suap ditujukan untuk mempercepat proses pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora. (knv/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini