Ahli di Sidang Ratna Sebut Pasal Keonaran dengan Kebohongan Masih Relevan

Ahli di Sidang Ratna Sebut Pasal Keonaran dengan Kebohongan Masih Relevan

Ibnu Hariyanto - detikNews
Kamis, 25 Apr 2019 15:50 WIB
Dok.detikcom/Ratna Sarumpaet/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Ahli pidana Dr Metty Rahmawati Argo menegaskan pasal soal penyebaran kebohongan yang menimbulkan keonaran pada Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 masih relevan. Sebab belum ada keputusan yang mencabut atau membatalkan UU Itu.

"Sampai sekarang Undang-Undang itu masih ada dan masih belaku selama belum ada mencabu," kata Dr Metty Rahmawati saat dimintai pendapat sebagai ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan Ratna Sarumpaet, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).

Dr Metty menjelaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dikeluarkan saat masa pemerintahan Presiden Soekarno. Menurutnya, Undang-Undang tersebut dikeluarkan agar tidak ada keonaran yang diakibatkan karena demonstrasi sebab saat itu pemerintahan baru terbentuk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT





"Kalau sejarahnya Presiden Soekarno membuat itu agar tidak ada demo karena saat itu masih baru merdeka," ujar dia.

Dr Metty menyebut keonaran yang dimaksud dalam UU tersebut adalah munculnya situasi yang tidak kondusif. Situasi yang membuat kehidupan tidak tenang.

"Timbulnya suatu kerusuhan atau keadaan yang membuat kondisi tidak tenang. Ini karena pro dan kontra. Ada dua kelompok atau golongan tidak menemukan titik temu dan menjalar akhirnya tidak kondusif," sambungnya.

Jaksa juga menanyakan soal keonaran yang diakibatkan oleh penyebaran berita bohong. Menurutnya, bila penyebaran berita bohong itu dilakukan dengan sengaja kemudian menimbulkan keonaran bisa dijatuhi pidana.

"Kalau dilihat isi norma itu memberitahukan kebohongan dengan sengaja memberikan keonaran. Dalam konteks tersebut kalau orang menyiarkan kabar bohong dan membuat keonaran itu delik materil, itu bisa dijatuhi pidana," paparnya.





Ratna Sarumpaet didakwa membuat keonaran dengan menyebarkan kabar hoax penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut penganiayaan.

Akibat tindakan Ratna Sarumpaet itu, menurut jaksa, timbul kegaduhan di tengah masyarakat. Muncul juga sejumlah unjuk rasa karena kasus hoax Ratna. Ratna didakwa melanggar Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.


Saksikan juga video 'Terkuak! Ini Isi WhatsApp Ratna dengan Fadli Zon dan Said Iqbal':

[Gambas:Video 20detik]

(ibh/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads