Bawaslu Catat Sederet Masalah saat Pencoblosan, dari TPS hingga Surat Suara

Bawaslu Catat Sederet Masalah saat Pencoblosan, dari TPS hingga Surat Suara

Ridwan Arifin - detikNews
Rabu, 17 Apr 2019 15:06 WIB
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar. (Foto: Noval Dhwinuari Antony/detikcom)
Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mencatat sederet dugaan pelanggaran dan masalah saat pencoblosan Pemilu 2019. Mulai dari persoalan tempat pemungutan suara (TPS) yang terlambat dibuka hingga masalah Daftar Pemilih Khusus (DPK).

"Ada beberapa TPS dan hampir kebanyakan mulai pukul 08.00. Padahal sesuai UU dimulai pukul 07.00. Bahkan ada juga yang mulai pukul 10.00, bahkan ada juga yang dimulai pada pukul 11.00. Jadi persoalan logistik satu, dia datang secara keseluruhan. Kedua terlambat datang turun dari kelurahan ke TPS, ketiga ada surat suara yang tidak ada. Misal ada beberapa daerah semua ada kecuali surat suara DPR-nya atau provinsinya tidak ada. Ada juga surat suara tertukar," ujar Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam jumpa pers di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2019).


Fritz mengatakan, TPS yang terlambat dibuka merupakan pelanggaran. Ia mengimbau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat langsung mendata bagi pemilih yang sudah antre menunggu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terhadap TPS yang telat dibuka itu sebuah pelanggaran, tapi tidak menyebabkan bahwa mereka tidak bisa memilih. Bagi TPS yang lambat terbuka harusnya bisa pendataan orang yang sudah antre. Harusnya KPPS mendaftar semua orang yang sudah terdaftar supaya hak pilihnya tidak hilang," kata Fritz.


Bawaslu juga menyoroti adanya ketidaksesuaian ketentuan bagi pemilih yang masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK). Padahal menurut aturan, pemilih yang masuk DPK cukup menunjukkan e-KTP atau Suket kepada KPPS pada saat Pemungutan Suara sesuai dengan alamat yang tertera dalam e-KTP atau Suket.

"Ada juga surat yang kurang, misal DPT ada 100 surat suara cuma ada 80. Kemudian poin dari pemilih, banyak yang di DPK. Kami menemukan ada beberapa ketidakkonsistenan DPK. Ada yang masih KPS minta kepada, meskipun ada e-KTP tapi disuruh ke kelurahan mengurus Suket kembali padahal kita tahu pakai e-KTP bisa memilih di domisilinya," ujar Fritz.

"Ada juga beberapa TPS orang yang e-KTP nya bukan e-KTP daerah tersebut diperbolehkan untuk mencoblos. Jadi ada beberapa kasus di Manado, seharusnya KTP medan tidak terdaftar di DPT, tak ada A5 tapi bisa mencoblos di Jakarta, padahal e-KTP hanya dapat digunakan domisili dia berada," imbuhnya. (dkp/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads