Berikut ini kronologi kasus Mulyadi sebagaimana dirangkum detikcom, Jumat (5/4/2019):
Oktober 2017
Kasus bermula saat Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya meringkus lima kurir narkotika dari kelompok Aceh. Dari kelima tersangka tersebut, tim Subdit II Psikotropika mengamankan 20,4 kg sabu yang dibungkus dalam kantong teh bermerek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas hal itu, Mulyadi kemudian diadili.
16 Juli 2018
PN Jakut menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Mulyadi. Atas putusan itu, jaksa tidak terima dan mengajukan banding.
9 Oktober 2018
Gayung bersambut. Permohonan banding dikabulkan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ujar majelis yang diketuai Sudirman dengan anggota Dahlia Brahmana dan Sri Anggarwati.
Majelis menyatakan tindakan Mulyadi tidak hanya merusak mental generasi muda, tapi juga dapat membunuh secara pelan-pelan penerus bangsa. Perbuatan terdakwa sudah melibatkan pengedar gelap narkotika, yang menjadi musuh bersama bangsa Indonesia, bahkan dunia.
"Peredaran gelap narkotika saat ini sudah sangat mengkhawatirkan keselamatan umat manusia sehingga pemerintah mencanangkan keadaan darurat narkotika," ujar majelis dengan bulat.
Mengetahui hukuman mati itu, Mulyadi tidak terima dan buru-buru mengajukan kasasi.
27 Maret 2019
MA menolak dengan perbaikan permohonan kasasi Mulyadi. MA menganulir hukuman mati dan memperbaiki putusan menjadi hukuman 20 tahun penjara. Perkara nomor 416 K/PID.SUS/2019 diadili oleh ketua majelis hakim agung Suhadi dengan anggota hakim agung Desnayeti dan hakim agung MD Pasaribu.
4 April 2019
MA menjelaskan hukuman Mulyadi.
"Menolak permohonan kasasi dari Terdakwa tersebut dengan memperbaiki mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider pidana penjara selama 3 bulan," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro. (asp/rvk)