Warga asli Semarang, Jawa Tengah yang sudah ber-KTP Yogyakarta ini mengatakan, bahwa semula ia mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal keluarga kecilnya. Akhirnya, bapak dua anak ini menemukan iklan rumah kontrakan dari medsos.
Mengingat harga sewa rumah yang ditawarkan Rp 4 juta per tahun, Slamet pun menghubungi pengiklan rumah kontrakan tersebut. Setelah menghubungi dan tercapai kesepakatan, Slamet mulai memboyong barang-barang dari rumah kontrakan sebelumnya di Kota Yogyakarta ke rumah kontrakan barunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum menempati (rumah kontrakan) kita juga konfirmasi dulu kepada pemilik rumah dan yang mencarikan (rumah kontrakan) kalau saya non muslim, dan katanya (calo dan pemilik rumah kontrakan) tidak apa-apa non muslim," imbuhnya.
Pria yang sudah 19 tahun berdomisili di Yogyakarta ini melanjutkan, karena perbedaan agama tidak dipermasalahkan, maka keesokan harinya, Minggu (31/3) Slamet menemui Ketua RT 8 Dusun Karet. Hal itu untuk meminta izin bahwa ia dan keluarganya menempati rumah kontrakan tersebut.
"Hari Minggunya saya menemui pak RT (RT 8) untuk izin dan sekalian memberikan fotocopy KTP, KK dan surat nikah. Tapi begitu dilihat (fotocopy KTP, KK dan surat nikah) dan tahu kami non muslim maka kami ditolak (tinggal di rumah kontrakan) sama Pak RT," ucapnya.
Karena penolakan tersebut, keesokan harinya, Senin (1/4) Slamet berupaya menemui Ketua Kampung setempat. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil dan Slamet beserta keluarganya tetap ditolak untuk tinggal di RT 8, Dusun Karet, Desa Pleret, Bantul.
"Baru kali ini dan di tempat ini (Dusun Karet) saya mendapatkan penolakan hanya gara-gara non muslim, karena pas ngontrak di Kota (Yogyakarta) tidak masalah. Terus saya rasa ini ironis dan aneh ya, karena harusnya intoleransi seperti ini perlu dihindari supaya di mata nasional Yogyakarta dipandang baik," kata Slamet.
"Dan mungkin karena saya terlalu emosi, kemudian saya langsung lapor ke Sekretaris Sultan HB X (Sekda DIY). Laporan saya ditindaklanjuti dan kemudian diarahkan ke Sekda Bantul, terus dari Sekda Bantul diantar ke Kelurahan Pleret. Nhah, di sana (Kelurahan Pleret) saya bertemu Pak Lurah dan Pak Dukuh dipanggil, Pak Ketua Kampung juga dipanggil untuk musyawarah, tapi hasilnya tetap ditolak," katanya.
Pria yang berprofesi sebagai pelukis ini mengatakan, karena mendapat penolakan lagi maka ia menginginkan adanya mediasi guna membahas aturan tersebut. Akhirnya, lanjut Slamen, Kepala Desa memfasilitasi mediasi di pendopo Dusun Karet tadi malam, Senin (1/4).
"Pas mediasi tadi ada beberapa orang yang menerima (saya mengontrak di Dusun Karet), terutama sesepuh-sesepuh ada empat orang yang saya lihat welcome kepada saya. Tapi karena sudah ada aturan tertulis, dari Ketua RT (8) memberi saran agar saya tinggal di sini (Dusun Karet) enam bulan saja, terus yang enam bulan lagi dikembalikan dalam bentuk uang," katanya
"Tapi kalau hanya enam bulan buat apa, itu kan sama aja penolakan secara halus kepada saya. Maksud saya kalau memang boleh ya boleh, kalau nggak ya nggak, gitu aja. Jadi hasil mediasi tadi malam bisa dikatakan saya mengalah. Kok mengalah? Ya saya pikir saya kalah suara dan nggak ada pengacara, daripada saya pusing dan nggak enak jadi saya mengalah," ucapnya.
Selain itu, Slamet mengalah dengan catatan warga RT 8 Dusun Karet merevisi kembali aturan yang melarang umat non muslim untuk tinggal di Dusun tersebut. Mengingat aturan tertulis yang dikeluarkan Pokgiat serta Kepala Dukuh sejak bulan Oktober tahun 2015 bertentangan dengan ideologi yang dianut Negara Indonesia.
"Saya mengalah asalkan surat (aturan Dusun Karet) mereka direvisi. Karena bagi saya itu (aturan Dusun Karet) bertentangan dengan ideologi Pancasila dan harapannya agar jangan sampai beimbas pada pendatang lain, apalagi ditiru daerah lain di Indonesia," ucapnya.
Slamet menambahkan, bahwa ia saat ini tengah berupaya untuk mencari rumah kontrakan baru atas desakan anak istrinya. Padahal, secara pribadi Slamet masih berkeinginan tinggal di Dusun Karet.
"Sebenarnya secara pribadi ingin tinggal di sini tapi istri dan anak-anaknya ingin pindah saja, mungkin mereka sudah tidak kuat secara psikologis, jadi lebih baik menurut saya pindah saja," katanya.
![]() |
Berikut isi surat keputusan tentang persyaratan pendatang baru di padukuhan Karet yang ditunjukkan oleh Slamet dalam bentuk foto kepada wartawan:
Mengingat,
Demi kelangsungan dan kenyamanan hidup bermasyarakat
Menimbang
Hasil keputusan rapat pengurus kelompok kegiatan padukuhan Karet pada Senin 19 Oktober 2015 yang bertempat di Kantor Padukuhan Karet.
Memutuskan
Syarat bagi pendatang baru di padukuhan Karet
Bersifat non materi:
1. Pendatang baru harus Islam. Islam yang dimaksud adalah sama dengan faham yang dianut oleh penduduk padukuhan Karet yang sudah ada.
2. Tidak mengurangi rasa hormat, penduduk padukuhan Karet keberatan untuk menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan atau agama non islam seperti yang dimaksud pada ayat 1.
3. Bersedia mengikuti ketentuan adat dan budaya lingkungan yang sudah tertata, seperti peringatan keagamaan, gotongroyong, keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan dan lain-lain.
4. Bagi pendatang baru baik yang menetap atau kontrak/kost wajib menunjukkan identitas kependudukan yang asli (akta nikah, KTP, KK) dan menyerahkan fotocopynya.
Bersifat non materi
Bagi pendatang baru yang menetap dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 1 juta dengan ketentuan Rp 600 ribu masuk kas kampung melalui kelompok kegiatan padukuhan karet dan Rp 400 ribu masuk kas RT setempat (RT.1 sampai 8).
Berdasarkan SK nomor 02/POKGIAT/Krt/X/2012 (terlampir).
Sanksi
Apabila pendatang baru tidak memenuhi ketentuan di atas maka dikenakan sanksi:
1. Teguran secara lisan
2. Teguran secara tertulis
3. Diusir/dikeluarkan dari wilayah Padukuhan Karet
Ditemui terpisah, Kepala Dusun Karet (Dukuh), Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Iswanto membenarkan adanya aturan yang mengatur syarat pendatang baru di Dusun Karet. Menurutnya, aturan tersebut telah disepakati warga Dusun Karet dan sudah berlaku sejak tahun 2015.
"Di (Dusun) Karet ini kan sudah ada aturan yang dibuat sejak tahun 2015 dan disepakati warga (Dusun Karet). Aturan itu juga memuat masalah jual beli tanah sampai kompensasi. Aturannya itu intinya penduduk luar Karet yang beli tanah itu tidak diperbolehkan non muslim," ujarnya saat ditemui wartawan di depan Kantor Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Selasa (2/4/2019).
"Terus Pak Slamet masuk di (Dusun) Karet melalui jasa perantara, dan nggak tahu terkait aturan yang ada. Selain itu, yang punya rumah tidak domisili di Karet, jadi nggak tahu aturan di Karet, karena rumah itu sendiri sudah tidak ditempati sekitar setahunan," imbuh Iswanto.
Iswanto melanjutkan, karena aturan tertulis itu sudah disepakati warga, maka ia bersama warga sepakat untuk menjalankan aturan yang telah disepakati. Kendati demikian, Iswanto menyebut aturan tertulis itu tidak diketahui oleh Kelurahan Pleret dan berlaku di tingkat padukuhan saja.
"Nggak (diketahui Lurah terkait aturan tertulis), cuma diketahui tokoh masyarakat situ sama pokyat dan diketahui Dukuh. Ada aturan itu supaya menjadi pedukuhan itu kondusif, seperti itu," katanya.
Namun, Iswanto tidak serta merta menyebut bahwa keberadaan warga non muslim di Dusun Karet membuat situasi tidak kondusif. Akan tetapi, Iswanto tidak mau menjelaskan latar belakang dibuatnya aturan tersebut.
"Ya nggak gitu juga (kalau warga non muslim di Dusun Karet membuat situasi tidak kondusif). Sudah aja mas, saya tidak bisa jawab, kalau diliput media nggak enak," ucapnya.
Iswanto melanjutkan, permasalahan tersebut telah dimusyawarahkan tadi malam dan turut dihadiri oleh Camat Pleret, Lurah Pleret dan dirinya sebagai Dukuh Karet. Menurutnya, dari hasil musyawarah tersebut, Slamet telah menerima keputusan dari padukuhan yang menginginkan warga non muslim tidak tinggal di Dusun Karet.
"Hasilnya musyawarah tadi malam, mas Slamet menerima apa yang diputuskan oleh padukuhan. Terus masalah biaya kontrakan dikembalikan sama yang punya kontrakan, jadi permasalahan sudah rampung," ujarnya.
"Untuk tenggat waktu (hingga Slamet keluar dari Dusun Karet), sebenarnya terserah mas Slametnya sampai dapat kontrakan baru. Selain itu, aturannya juga mau direvisi karena ada kata-kata yang kurang pas," kata Iswanto.
(sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini