Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai ada dua dugaan tindak pidana terkait kasus ini. Pertama, dugaan tindak pidana korupsi terkait suap yang diterima Bowo, serta dugaan politik uang yang merupakan pidana Pemilu.
"Ada dua dugaan itu berarti dua kemungkinan ya. Karena kan kasus ini belum diputus oleh pengadilan. Jadi dua kemungkinan itu, pertama, dugaan korupsi dalam bentuk suap, karena yang bersangkutan adalah anggota DPR kemudian yang kedua dugaan melakukan politik uang," kata Oce saat dihubungi, Jumat (29/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan dua dugaan itu berada di dua ranah hukum berbeda. Soal dugaan korupsi berada di KPK, sementara dugaan politik uang ada di Bawaslu lewat sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu).
Namun, Oce menilai kasus dugaan suap yang ditangani KPK harus dituntaskan lebih dulu. Dia menilai kasus dugaan politik uang yang dilakukan Bowo cukup berat dibuktikan jika belum ada bukti Bowo telah memberi uang itu ke pemilih di dapilnya.
"Menurut saya agak berat kalau belum terjadi tindakan politik uang yang memenuhi unsur-unsur di undang-undang Pemilu," tuturnya.
![]() |
Meski demikian, dia mengatakan kasus ini bisa menjadi pintu masuk Bawaslu untuk memperkuat pengawasan. Dia menyebut ada kemungkinan politik uang semakin meningkat jelang hari pencoblosan.
"Tentu ini menjadi temuan penting bagi Bawaslu untuk melakukan pengawasan. Terhadap yang bersangkutan karena caleg tentu ada tindakan yang diambil Bawaslu, mewaspadai politik uang terutama yang dilakukan oleh caleg-caleg petahana," jelasnya.
Selain Oce, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai kasus dugaan politik uang yang mungkin terjadi terkait kasus suap Bowo bisa saja diproses secara hukum. Namun, politik uang atau bagi-bagi duit ke pemilih itu harus dilakukan dulu alias sudah terjadi dan bukan sekadar rencana.
"Bisa saja, tapi pembuktian politik uang itu dibatasi oleh waktu dalam UU-nya, dan lemah juga dari sisi sanksi. Jadi cukuplah dengan pidana korupsi karena yang bersangkutan tidak akan bisa mengikuti Pemilu dan jikapun menang, nanti ketika terbukti korupsi oleh pengadilan, dirinya akan dicopot," jelas Adnan saat dihubungi terpisah.
"Apalagi jika Golkar mencoret dirinya sebagai caleg karena tersandung masalah hukum," sambungnya.
![]() |
Adnan juga menilai kasus ini merupakan informasi penting bagi Bawaslu. Dia meminta Bawaslu memperkuat pengawasan jelang Pemilu.
"Bahwa kemudian OTT KPK ini berhasil mengungkap sebuah rencana atau skenario politik uang atau serangan fajar, itu informasi yang penting bagi Bawaslu untuk memperkuat fungsi pengawasannya," ujar Adnan.
Bowo sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manajer PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti. Dia diduga menerima total Rp 1,6 miliar dari 7 kali pemberian.
Suap itu diduga diberika agar Bowo mengupayakan dibuatnya perjanjian kembali antara PT HTK dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Perjanjian yang dimaksud adalah penggunaan kapal PT HTK oleh PT Pilog untuk distribusi pupuk. Selain Bowo dan Asty, KPK juga menetapkan seorang bernama Indung sebagai tersangka.
Tak cuma suap sekitar Rp 1,6 miliar dari Asty, KPK juga menduga Bowo menerima gratifikasi Rp 6,5 miliar dari pihak lain. Nah, total duit sekitar Rp 8 miliar ini kemudian diamankan KPK saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bowo dkk.
Duit itu sudah ditukarkan ke pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu serta dimasukkan ke dalam 400 ribu amplop. Duit dalam ratusan ribu amplop itulah yang diduga KPK bakal digunakan sebagai serangan fajar.
Simak Juga "Bowo Sidik Pangarso Sempat Kabur saat Akan Ditangkap KPK":
(haf/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini