Lalu, berapa biaya hidup mahasiswa yang berkuliah di Bantul?
Drahma Rampa Duky (23), salah seorang mahasiswa ISI mengatakan, bahwa dalam satu bulan ia menghabiskan biaya hidup antara Rp 1,5 hingga Rp 2 juta. Biaya tersebut sudah meliputi makan sehari-hari, nongkrong serta membeli bahan untuk mengerjakan tugas praktik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena bisa dibilang tempat makan di sekitar kampus banyak yang harganya sangat terjangkau, seperti di angkringan Mas Pur dan Warung Rakyat Poer selatan kampus itu sangat terjangkau harganya," imbuh Drahma.
Mahasiswa semester enam Prodi Grafis, Jurusan Seni Murni ini melanjutkan, untuk tempat tinggal ia lebih memilih untuk mengontrak sebuah rumah di Dusun Geneng, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul. Hal itu karena harganya yang cukup terjangkau dan lebih luas dari pada indekos.
"Saya pilih ngontrak rumah sama satu orang teman, setahun itu Rp 7,5 juta dan karena berdua bayarnya dibagi 2. Karena dihitung-hitung lebih murah ngontrak, dan tempatnya lebih luas untuk mengerjakan tugas-tugas praktik," katanya.
Selain itu, rumah kontrakannya hanya berjarak sekitar 500 meter dari kampus ISI. Hal itu membuatnya menghemat biaya bahan bakar untuk sepeda motor jenis matik yang dikendarainya sehari-hari untuk beraktivitas
Tak hanya itu saja, Drahma menyebut bahwa biaya Rp 1,5 - Rp 2 juta sudah termasuk biaya nongkrong bersama teman-temannya. Terlebih, ia tidak begitu sering nongkrong di kafe-kafe atau sebagainya.
"Kalau nongkrong biasanya di kedai kopi, dan hanya keluar biaya Rp 15 ribu bisa sampai pagi," ujarnya disusul senyum.
Namun mahasiswa angkatan tahun 2016 ini mengakui jika sesekali ia kekurangan uang bulanan karena dipergunakan untuk biaya tugas praktik.
"Jadi gini, kalau untuk biaya makan saat kuliah di sini (ISI) itu bisa dibilang murah, yang mahal itu beli bahan untuk tugas praktik sama bayar kuliah," ujarnya disusul gelak tawa.
"Karena sekali bikin tugas itu keluar ratusan ribu, seperti beli pelat tembaga, buku sketsa, kertas sketsa dan lain-lain yang harganya tidak murah. Minimal Rp 100 ribu pasti keluar untuk mengerjakan tugas praktik, karena itu ya kadang uang bulanan terasa kurang," imbuh Drahma.
Namun, apabila uang bulanannya habis tidak membuat Drahma langsung meminta uang kepada orangtuanya. Ia lebih memilih menunggu uang kiriman dari orangtuanya.
"Kalau habis uangnya ya ngutang, nanti dibayar kalau sudah dikasih uang (sama orangtua). Kalau nggak kan kadang-kadang ada kerjaan (diajak membuat project), dari situ bisa dapat uang juga," katanya.
Murahnya biaya hidup di Bantul juga dirasakan mahasiswa ISI lainnya yakni Widya Sri Sucihati (20). Mahasiswa asal Indramayu, Jawa Barat ini mengaku hanya menghabiskan biaya Rp 800 ribu untuk makan dan keperluan lainnya.
"Buat makan itu keluar Rp 200 ribu per minggu, dikali empat jadi Rp 800 ribu. Karena sekali makan 10 ribu, kan banyak tempat makan yang murah di sekitar kampus (ISI)," katanya.
Mahasiswi angkatan 2017 ini melanjutkan, untuk uang kiriman perminggu dari orangtuanya kadang tidak menentu. Namun hal itu tidak membuatnya kesulitan bertahan hidup saat berkuliah di ISI.
"Kalau dikasih uang sama orangtua paling dua minggu sekali dan jumlahnya tidak tentu. Untungnya saya dapat bidik misi, jadi dapat bantuan siswa berprestasi sehingga meringankan biaya kuliah," katanya.
"Jadi UKT nggak bayar dan per semester dibayari kampus sampai empat tahun, kalau semester sekarang dibayar perbulan Rp 4,2 juta," imbuh Widya.
Kendati uang bulanan yang diterimanya cukup banyak, mahasiswi semester 4 prodi lukis jurusan Seni Murni ISI ini menilai tetap harus pandai mengelola keuangan. Hal itu dikarenakan ia harus membagi biaya hidup dengan biaya tugas praktik.
"Karena kalau sekali nugas lukis itu bisa sampai Rp 100-200 ribu untuk beli bahan-bahan tugas, kadang uang segitu belum termasuk alat untuk praktik juga. Jadinya harus pintar-pintar mengelola keuangan juga," ujarnya.
"Belum lagi kalau tugasnya on the spot, maksudnya on the spot itu kita disuruh ke sebuah tempat dan menggambar tempat itu. Tugas seperti itu biasanya yang memakan biaya lebih," sambung Widya.
Mahasiswi berambut panjang ini menambahkan, untuk tempat tinggal selama kuliah ia memilih mengontrak sebuah rumah di sekitar Desa Wisata Tembi. Dengan mengontrak rumah, Widya menilai pengeluaran perbulannya lebih terjangkau.
"Saya ngontrak (rumah) bertiga sama teman, setahun Rp 8 juta, kan dibagi 3 jadi agak terjangkau. Memang minusnya jarak ke kampus lumayan, karena dari kampus ke kontrakan sekitar 4 kilometer. Tapi karena banyak jadwal kuliah sama bisa nebeng teman gitu kalau ke kampus," ujarnya.
Sedangkan untuk nongkrong bersama teman-temannya, Widya mengaku hanya saat mengerjakan tugas saja, dan untuk tempatnya tidak menentu. Karena itu, mengenai biaya yang dikeluarkan ia belum bisa memastikannya.
"Keluar seminggu sekali iya, tapi kebanyakan pas ada tugas on the spot itu saja," pungkasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini