Posisi duduk mantan Menteri Sosial (Mensos) itu tidak tegak lurus ke arah majelis hakim, lebih banyak ke arah jaksa di sebelah kirinya. Sesekali dia membariskan ulang pernyataan jaksa itu pada buku catatan yang dibawanya ke ruang sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada penerimaan Rp 2,25 miliar kepada terdakwa melalui Tahta Maharaya (mantan staf Eni) yang diakui Eni Maulani Saragih dari Johanes B Kotjo," kata jaksa membacakan salah satu poin dalam surat tuntutan setebal 539 halaman itu dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Singkatnya, jaksa meyakini Idrus terbukti bersalah terlibat dalam pusaran suap terkait proyek PLTU Riau-1 yang sudah lebih dulu menjerat Eni dan Kotjo dengan hukuman penjara. Jaksa meminta majelis hakim memutus Idrus bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Yang cukup mengejutkan, jaksa hanya menuntut Idrus dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan pasal itu menyediakan opsi hukuman maksimal sampai 20 tahun penjara.
Idrus disebut jaksa menerima Rp 2,25 miliar dari Kotjo bersama-sama dengan Eni. Eni disebut membantu Kotjo mendapatkan proyek PLN demi mendapatkan suap. Sedangkan Idrus diyakini jaksa mengarahkan uang yang didapat Eni untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar.
Selain tuntutan hukuman yang dirasa lebih ringan itu, jaksa tidak menerapkan hukuman tambahan bagi Idrus, seperti pencabutan hak politik. Jaksa beralasan tindak pidana yang didakwakan pada Idrus dilakukannya sebelum menjadi menteri.
"Karena ketika yang bersangkutan melakukan perbuatan itu saat sebelum menjadi menteri atau pejabat publik," ucap jaksa selepas persidangan.
Baca juga: Idrus Marham Dituntut 5 Tahun Penjara |
Sedangkan Idrus menilai tuntutan jaksa sama sekali tidak mempertimbangkan fakta persidangan. Dia mempersoalkan penerimaan uang yang didakwakan padanya.
"Kalau memperhatikan fakta-fakta tadi, sangat jauh, contohnya saya bersama-sama menerima (uang), malah uang saya dipinjam Eni kok, ha-ha-ha.... Ya sudahlah, Eni sudah mengakui, Eni pinjam uang," kata Idrus.
"Nah, kalau tuntutannya adalah copy-paste dari dakwaan, itu nanti pakar-pakar hukum di Indonesia bisa menjelaskan, sivitas akademika bisa membahas masalah ini, loh," imbuh Idrus. (dhn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini