PPP Ungkap Detail Penunjukan Plt Ketum Suharso, Tepis Inkonstitusional

PPP Ungkap Detail Penunjukan Plt Ketum Suharso, Tepis Inkonstitusional

Gibran Maulana Ibrahim - detikNews
Rabu, 20 Mar 2019 07:08 WIB
Suharso Monoarfa (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta - Penunjukan Suharso Monoarfa sebagai Plt Ketua Umum (Ketum) PPP mendapat resistensi dari beberapa kader partai berlambang Kakbah itu dengan alasan inkonstitusional. Wasekjen PPP Achmad Baidowi mengungkap detail kisah di balik penunjukan Suharso sekaligus menepis tuduhan itu.

Beberapa kader PPP yang menyebut penunjukan Suharso sebagai Plt Ketum PPP inkonstitusional di antaranya Ketua DPP Rudiman dan politikus senior Akhmad Muqowam. Mereka mengacu kepada Pasal 13 Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP tentang pengisian jabatan lowong Ketum yang hanya bisa diberikan kepada salah satu Waketum.

"Mengklarifikasi bahwa banyak yang menyebut pengangkatan Pak Harso itu melanggar AD/ART karena mereka yang berpendapat itu hanya merujuk ke Pasal 13 ART tanpa mengetahui prosedural berlangsungnya rapat seperti apa," kata Baidowi mengawali penjelasannya, Rabu (20/3/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Baidowi atau akrab disapa Awiek menyebut ada pasal lain dalam AD/ART PPP yang mengesahkan penunjukan Suharso sebagai Plt Ketum. Di Pasal 20 ayat 1 Anggaran Dasar atau AD PPP, fatwa dari Ketua Majelis Syariah PPP--yang saat ini dijabat KH Maimoen Zubair--juga harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

Dalam rapat penunjukan Suharso sebagai Plt Ketum PPP pada Sabtu (16/3/2019), Kiai Maimoen memang hadir. Awiek mengatakan Kiai Maimoen sempat memberi tausiah sebelum mengeluarkan fatwa.

"Sementara Pasal 20 ayat 1 itu kewenangan Majelis Syariah yang memang memberikan fatwa soal kebangsaan, kenegaraan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan, diperhatikan dan dilaksanakan oleh pengurus partai, kan gitu. Anggaran Dasar Pasal 20. Kalau yang pengisian lowongan ketum kan di Pasal 13 ART, gitu kan," ucap Awiek.

Awiek lantas mengungkap cerita di balik layar rapat yang digelar setelah penetapan Romahurmuziy--eks Ketum PPP--sebagai tersangka oleh KPK. Ketika itu, para Waketum PPP berembuk guna memenuhi Pasal 13 ART PPP terkait pengisian jabatan lowong Ketum.

"Jadi ceritanya untuk memenuhi Pasal 13 itu maka para Waketum itu harus bersedia menjadi... salah satu Waketum itu harus bersedia menjadi Plt, kan begitu. Namun mereka sudah menyatakan ini demi panggilan partai, kira-kira begitu. Namun kemudian Mbah Moen hadir ke DPP untuk mengikuti rapat," katanya.



"Sebelum rapat, beliau memberikan tausiah, memberikan fatwa ini fatwanya beliau di depan Waketum, di depan semuanya bahwa ini kondisi luar biasa, maka harus dilakukan penyelamatan secara luar biasa, kalau menurut saya yang menjabat Plt itu Pak Suharso Monoarfa. Itu kan," ungkap Awiek.

Anggota Komisi II DPR itu mengatakan Suharso tidak semata-mata langsung diputuskan pengurus harian sebagai Plt Ketum. Ada fatwa Mbah Moen--begitu ulama kharismatik itu disapa--untuk menunjuk Suharso sebagai pelaksana tugas ketua umum. Sehingga, lanjutnya, isu inkonstitusional dengan sendirinya gugur.

"Kalau langsung mengangkat Suharso Monoarfa jelas melanggar Pasal 13, kan begitu. Tetapi Fatwa Kiai Maimoen di Anggaran Dasar Pasal 20 disebutkan bahwa harus juga diikuti, kan gitu. Terus kemudian kita kan tidak mungkin juga melangkahi AD/ART, kita rapatlah. Sebelum rapat memberikan kesempatan kepada para Waketum untuk berembuk apa yang akan dilakukan. Terhadap Pasal 13 itu siapa di antara mereka yang siap menjadi... yang ditunjuk, disepakati menjadi Plt, ya kan, untuk disampaikan ke pengurus harian," ucap Awiek.

"Kemudian setelah rapat dibuka, skors dibuka, Pak Mardiono perwakilan dari Waketum yang ikut hadir menyatakan bahwa, 'Para Waketum, kami sudah berembuk, sam'an wa tho'atan, patuh terhadap fatwa Kiai Maimoen Zubair'," tambah dia.



Ketika para Wakil Ketua Umum tersebut patuh terhadap fatwa Majelis Syariah, Awiek menegaskan Pasal 13 menjadi tidak terpenuhi karena tidak ada satu Waketum pun yang pasang badan menyatakan siap mengisi posisi Plt Ketum.

"Sehingga kosonglah di Pasal 13 itu. Untuk mengisi kekosongan hukum harus ada ijtihad hukum dong, tidak bisa kita berdiam diri," beber Awiek.

Ijtihad hukum yang dimaksud Awiek ialah meminta pendapat hukum ke Mahkamah Partai PPP sebagai lembaga peradilan internal. Mengetahui para Waketum memilih mengikuti fatwa Mbah Moen, Mahkamah Partai PPP disebut memutuskan saran sang kiai harus dilaksanakan sesuai Pasal 20 ayat 1 Anggaran Dasar partai.

"Maka kemudian terbitlah pendapat hukum Mahkamah Partai tersebut, ditandatangani Ketua Mahkamah Partai, disampaikanlah pendapat hukum itu kepada pengurus harian, rapat pengurus harian. Ternyata rapat pengurus harian menerima pendapat hukum Mahkamah Partai," ucap Awiek.

Awiek menyebut mayoritas pengurus yang hadir dalam rapat menerima keputusan penunjukan Suharso sebagai Plt Ketum. Soal suara penolakan dari luar, dia mengatakan pihak-pihak itu hanya melihat AD/ART partai sebatas hitam di atas putih, tak mengikuti prosedur partai. Intinya, PPP yang disebutnya partai ulama, akan meminta petuah dari ulama ketika ditimpa musibah.

"Begitu kronologinya sehingga tidak ada yang dilabrak AD/ART, wong kita mengikuti fatwa Ketua Majelis Syariah yang juga dilegalkan di Pasal 20. Karena memang PPP ini partainya partai ulama, jadi ketika ada ruwet-ruwet begini larinya ke ulama, meminta fatwa. Begitu memang dari dulu," tegas Baidowi atau Awiek.


Saksikan juga video 'Wawancara Suharso Monoarfa, Pertaruhan PPP Pasca-penangkapan Rommy':

[Gambas:Video 20detik]

(rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads