Saat ini, kata Zulhasan, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya membolehkan calon presiden yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik. Berbeda dengan Bupati dan gubernur, yang boleh dari calon independen.
"Tetapi bukan tidak mungkin ada capres independen, namun harus dibicarakan lebih lanjut. Caranya harus mengubah UUD terlebih dahulu," kata Zulhasan dalam keterangannya, Senin (18/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita memilih diantara teman sendiri. Kita bukan menghadapi Belanda, tapi kita berhadapan dengan sesama anak bangsa. Karena itu mari ciptakan pemilu yang menggembirakan, damai dan menyenangkan," kata Zulhasan lagi.
Sebelumnya, Zulhasan menyampaikan terima kasih karena para pendemo telah datang ke kompleks parlemen di Senayan Jakarta dengan penuh kedamaian. Kedatangan mereka patut dihargai, karena masa aksi rela meninggalkan pekerjaan, keluarga dan menggunakan ongkos sendiri.
Pertemuan tersebut berlangsung di pintu gerbang kompleks parlemen Jalan Jenderal Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Masa aksi menggunakan kaos hitam bertuliskan Yen Ora Mas Tuntas Ora. Dalam tuntutannya mereka meminta MPR melaksanakan sidang istimewa untuk memberi jalan bagi lahirnya calon presiden independen.
Pada kesempatan itu juga, masa aksi mengajukan Tiga Tuntutan Nusantara, Tritura yang berisi kembalinya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kembalinya kedaulatan di tangan rakyat yang sebenarnya melalui dibukanya jalur independen dalam pencalonan Pilpres, Anggota DPR dan Anggota MPR. Serta terwujudnya masyarakat Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Titi Tentram Kerta Raharja, tercukupinya sandang pangan papan secara riil. (idr/idr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini