"Secara umum repot kalau semua persoalan diselesaikan secara hukum. Saya ini orang hukum, tetapi tidak bisa hukum menyelesaikan semua hal," kata Jimly di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (7/3/2019).
Menurut dia, penangkapan terhadap Robet bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi. Jimly berbicara soal kebebasan berpendapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bisa berdampak buruk pada kualitas demokrasi kita. Jadi kebebasan berpendapat kemudian sedikit-sedikit kemudian dianggap ujaran kebencian, perbuatan tidak menyenangkan," tuturnya.
"Sepanjang dia tidak mengancam fisik, keselamatan orang, hanya itu pendapat dibiarin saja sampai yang bersangkutan insaf sendiri ibaratnya begitu," imbuh Jimly.
Jimly pun menilai kritik yang disampaikan Robet lewat nyanyian itu bukan kejahatan. Dia mengatakan perbedaan merupakan hal biasa dalam kehidupan demokrasi.
"Ya, kan wajar orang berpendapat begitu. Saya rasa itu tidak merupakan kejahatan," ujar Jimly.
Sebelumnya, Robet ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi atas dugaan menghina TNI.
Robet diduga melanggar Pasal 45 A ayat (2) jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP mengenai dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dana tau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau berita bohong (hoax), dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.
Jeratan untuk Robet itu berawal dari orasinya di depan Istana pada acara Kamisan. Orasi Robet terekam dan videonya beredar. Robet menyanyikan lagu Mars ABRI yang dipelesetkan, seperti ini:
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Tidak berguna
Bubarkan saja
Diganti Menwa
Kalau perlu diganti pramuka (tsa/rvk)