"Ada kejanggalan dalam tim pemeriksa yang diketuai saksi (Didat) seperti tidak memberitahukan kepada WP bahwa mereka bisa mengajukan keberatan atas nilai pajak yang ditetapkan untuk disetorkan," ucap jaksa seperti dilansir dari Antara, Selasa (5/3/2019).
Hal tersebut disampaikan jaksa KPK yaitu Feby Dwiyandospendi dan Takdir Suhan dalam persidangan kasus penerima suap pajak dengan terdakwa Sulimin Ratmin dan La Masikamba. La Masikamba merupakan Kepala KPP Pratama Ambon, sedangkan Sulimin adalah anak buahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ardimas disebut tidak memberitahukan pada Anthony maupun Elis bila mereka dapat mengajukan keberatan atas nilai pajak yang akan disetor. Selain itu jaksa menilai kejanggalan muncul saat pemerintah mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak di mana seharusnya secara otomatis seluruh data WP tersedia secara online, namun Ardimas dan anggotanya tidak pernah meminta data ini.
Jaksa juga menyebut Ardimas awalnya menghitung nilai pajak untuk Anthony adalah Rp 1,7 miliar. Lalu atas perintah Sulimin, angka itu turun menjadi Rp 1,037 miliar.
"Makanya kami kejar mengapa bisa begitu, sebab bisa terjadi penyalahgunaan kewenangan di situ karena perbedaan hasilnya juga signifikan, tetapi saksi juga menjelaskan kalau perhitungan awal belum menghitung dari jumlah keseluruhan transaksi dan status WP tersebut," kata jaksa.
Dalam perkara ini, Masikamba didakwa menerima suap dari seorang wajib pajak bernama Anthony Liando. Maksud pemberian suap itu agar kewajiban pajak Anthony dikurangi. Untuk melancarkan aksinya, Masikamba dibantu seorang pegawai KPP Ambon, Sulimin Ratmin. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini