"Kami selaku penasihat hukum menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum telah keliru dalam penerapan hukum kepada diri terdakwa bahkan terindikasi sangat merugikan hak-hak terdakwa," kata Desmihardi di PN Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Rabu (6/4/2018).
Ratna dalam sidang sebelumnya didakwa Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45a ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desmihardi mengatakan jaksa telah keliru menerapkan aturan tersebut untuk mendakwa perbuatan Ratna. Sebab, perbuatan yang dipidana dalam Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 sudah diatur dalam peraturan lain.
"Maka secara hukum perbuatan-perbuatan yang diancam di dalam delik Pasal 14 ayat 1 tersebut telah diatur dalam undang-undang lain dalam KUHP," ujarnya.
Selain itu, jika merujuk dalam rumusan delik yang terdapat dalam aturan tersebut, Desmihardi menyebut delik tersebut masuk delik materiil. Artinya, delik materiil tersebut dapat dipidana jika terdapat akibat, yaitu keonaran.
Dalam kasus Ratna ini, Desmihardi mengatakan keonaran yang dimaksud dalam aturan itu tidak terpenuhi. Dia menyebut jaksa seolah-olah mengkonstruksikan telah terjadi keonaran dari foto-foto lebam Ratna yang diunggah oleh beberapa tokoh lewat Twitter dan terjadinya unjuk rasa setelah terkuaknya kebohongan Ratna.
Keonaran yang dimaksud dalam aturan itu, menurut Desmihardi, adalah kerusuhan seperti yang pernah terjadi pada Mei 1998, kejadian Malari, kerusuhan di kantor DPRD Medan, dan lain-lain. Atas dasar itu, dia menilai penerapan pasal tersebut keliru.
"Maka, berdasar hukum, jika surat dakwaan jaksa penuntut umum yang diajukan kepada terdakwa dalam perkara ini dikualifikasikan sebagai surat dakwaan yang keliru," ujarnya.
Saksikan juga video 'Dakwaan Ratna Sarumpaet: Bikin Onar Lewat Hoax':
(knv/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini