"Ini adalah sebuah langkah bersejarah dalam upaya menghapus praktik diskriminasi di Tanah Air," kata juru bicara PSI Andy Budiman kepada wartawan, Jumat (1/3/2019).
Menurut Andy, predikat 'kafir' selama ini sering dipakai sebagai alat legitimasi oleh kelompok intoleran untuk melakukan kekerasan, persekusi, atau bersikap diskriminatif terhadap kelompok yang berbeda keyakinan. Dia berharap tak ada lagi warga negara Indonesia yang dipanggil kafir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keputusan NU ini akan menjadi landasan penting dalam gerakan persatuan nasional, menghapus praktik diskriminasi, dan sekaligus counter terhadap gerakan intoleransi," imbuhnya.
Sebelumnya, Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU), menyarankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-Muslim tak lagi disebut sebagai kafir. Kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.
"Karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tetapi muwathinun atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan WN yang lain," kata Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Abdul Moqsith Ghazali, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2). (tor/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini