"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Eddy Sindoro terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa KPK Abdul Basir saat surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menyakini uang itu diberikan agar Edy Nasution berkaitan dengan proses perkara di PN Jakarta Pusat. Uang itu dimaksud Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Dalam istilah hukum, aanmaning merupakan peringatan berupa pemanggilan kepada pihak tereksekusi untuk melaksanakan perkara persidangan serta hasil keputusannya secara sukarela.
Untuk pengurusan pengajuan peninjauan kembali yang sudah kedaluwarsa itu, Edy Nasution meminta Rp 500 juta. Permintaan Edy Nasution disetujui Eddy Sindoro.
"Permintaan tersebut dilaporkan terdakwa dan disetujui," kata jaksa.
Jaksa menyakini Eddy Sindoro memerintahkan anak buahnya, Wresti Kristian Hesti Susetyowati, mengupayakan pengajuan peninjauan kembali itu diterima Edy Nasution, meskipun waktu pendaftarannya sudah lewat. Wresti pun menemui Edy Nasution di PN Jakarta Pusat.
PT AAL kemudian menunjuk pengacara pada Law Firm Cakra & Co, yaitu Emi Rosminingsih, Sulvana, Agustriady, dan Dian Anugerah Abunaim. Kantor pengacara itu menggantikan Law Firm Marx & Co, yang sebelumnya menangani perkara tersebut.
Dian dan Agustriady menemui Edy Nasution dengan maksud meminta salinan asli putusan MA yang menyatakan PT AAL pailit. Mereka mengaku sebagai pengacara baru PT AAL sehingga belum menerima salinan putusan itu.
Baca juga: Jaksa KPK ke Eddy Sindoro: Masa Bohong Terus |
"Salinan putusan itu diberikan ke Agustriady dengan memberikan USD 50 ribu ke Edy Nasution," kata jaksa KPK.
Saat AAL mengajukan peninjauan kembali yang kemudian dilanjutkan PN Jakarta Pusat dengan mengirimkannya ke MA. Setelah itu, Wresti menyiapkan Rp 50 juta untuk diberikan Edy Nasution melalui Doddy Aryanto Supeno.
Rangkaian perbuatan itu terbongkar dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjaring Edy Nasution dan Doddy. Saat itu Doddy baru memberikan Rp 50 juta kepada Edy Nasution. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini