"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, yang dihitung sejak terdakwa selesai menjalani pokok pidana," kata hakim ketua Yanto saat amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
Baca juga: Eni Saragih Divonis 6 Tahun Penjara |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang suap dimaksudkan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1 di PLN. Proyek itu sedianya ditangani PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC Ltd). Kotjo merupakan pemilik BNR yang mengajak perusahaan asal China, yaitu CHEC Ltd, untuk menggarap proyek itu.
Uang suap yang diterima Eni untuk kepentingan Partai Golkar melaksanakan munaslub. Ketika itu, Eni diminta Plt Ketum Idrus Marham meminta uang USD 2,5 juta dari Kotjo. Novanto selaku Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR saat itu terjerat kasus proyek e-KTP dan digantikan Idrus Marham selaku Sekjen Golkar.
Eni juga menerima uang Rp 2 miliar dan Rp 500 juta dari Kotjo untuk keperluan Pilkada Temanggung yang diikuti oleh suami terdakwa, yaitu M Al Khadziq.
Selain itu, hakim menyakini Eni bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diterima Eni dari sejumlah direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas.
Seluruh uang gratifikasi yang diterima Eni digunakan membiayai kegiatan pilkada suami terdakwa, yaitu M Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Dalam Pilkada Kabupaten Temanggung itu, Khadziq berpasangan dengan Heri Wibowo sebagai calon wakil bupati yang diusung Partai Golkar. Pada akhirnya, mereka memenangi pilkada dan terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Temanggung.
Saksikan juga video 'Hadapi Sidang Vonis, Eni Saragih Berharap Hukuman Seringannya':
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini