"Kalau kita kan ada berkas dari penyidik, ada pasalnya, ada uraian perbuatan, kalau itu memenuhi syarat ya kita limpahkan. Permasalahan ada justifikasi macam-macam ya, monggo saja," kata Supardi saat dihubungi, Kamis (28/2/2019).
Supardi menjelaskan, kejaksaan memproses kasus Ratna sesuai dengan prosedur. Menurut dia, tudingan Ratna dapat diuji lewat persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sidang perkara apa pun ya, apalagi kalau disorot publik, komentar berlawanan ya sudah umum. Biasa ya itu, mungkin merasa tidak bersalah atau apa," imbuh Supardi.
Sebelumnya, Ratna Sarumpaet menyebut kasus yang menjeratnya sarat nuansa politis. Menurutnya, polisi tidak perlu menangkapnya karena berbohong soal luka lebam di wajahnya.
"Aku cuma secara umum minta, karena aku merasa ini semua politisasi, penangkapan saya politisasi. Aku anggap nggak harus ditangkap juga toh bisa lihat tiketnya juga kok yang kayak gitu-gitu," kata Ratna di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Ratna menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Kamis (28/2). Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Ratna Sarumpaet membuat keonaran dengan menyebarkan hoax penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut akibat penganiayaan.
"(Terdakwa) menceritakan mengenai penganiayaan dan mengirimkan foto dalam keadaan bengkak merupakan rangkaian kebohongan terdakwa untuk mendapat perhatian dari masyarakat, termasuk tim pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno," ujar jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis (28/2).
Jaksa menguraikan rangkaian kebohongan yang dilakukan Ratna lewat pesan WhatsApp, termasuk menyebarkan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak. Puncak dari kebohongan Ratna, Prabowo Subianto disebut jaksa menggelar jumpa pers pada 2 Oktober 2018.
Saksikan juga video 'Ratna Ngaku Salah, Tapi Ada Politiknya':
(tsa/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini