"Jawabannya tidak. Sejak tahun 1966 kami bukan lagi kepercayaan tapi kami adalah Agama Hindu," kata salah seorang warga La Lotang, Samang saat berbincang dengan detikcom, Selasa (26/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan saya sangat bangga dengan identitas ini," kata dia.
"Kami ada polisi, tentara, guru, PNS, anggota DPRD," sambung dia.
Dia mengatakan, berafiliasi dengan agama hindu bukan proses yang mudah dan singkat. Butuh duduk rembuk dengan seluruh tetua kami memutuskan hal tersebut. Meski dengan adanya adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghayat kepercayaan, maka tidak serta merta menggugurkan surat keputusan yan terbit di tahun 1966 yg menetapkan To Lotang sebagai bagian dri agama Hindu.
"Tentu perlu proses yang lama untuk duduk rembuk membahas masalah itu, apalagi sampai saat ini hubungan dengan agama hindu baik-baik saja," kata dia.
Sebelumnya, Samang bercerita asal muasal komunitas To Lotang ini. Dikatakannya, Ketika ajaran Islam masuk di Kerajaan Wajo, maka Arung Matoa Wajo selaku pimpinan kerajaan mengeluarkan maklumat yang meminta seluruh warganya wajib memeluk Islam.
Tentunya, maklumat itu mendapat pertentangan dari warga dari Desa Wani. Mereka memilih tetap percaya apda kepercayaan leluhurnya yang telah diturunkan turun temurun. Mereka kala itu menyembah Dewata Seuwae yang berada di atas langit.
"Mereka lalu mohon pamit ke Arung Matoa untuk pergi mencari daerah suaka. Sekelompok warga tersebut mendapatkan suaka di daerah kerajaan Sidenreng," ungkapnya.
Setibanya di Kerajaan Sidenreng, Adituang Sidenreng kala itu memberikan sebuah lahan kepada warga Wani ini di wilayah Amparita. Lambat laun, wilayah ini berkembang dan kemudian menyebar hingga wilayah selatan Saoraja.
Simak Juga 'MUI Sesalkan Putusan MK soal Kolom Penghayat Kepercayaan di e-KTP':
(fiq/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini