Sementara itu Direktur Pengendalian Kebakaran dan Hutan, Raffles B. Panjaitan, yang merupakan pihak yang diuji, dalam paparannya menyampaikan bahwa dalam pengendalian karhutla, ada beberapa pihak yang memiliki peran yang sangat penting.
Pertama pemerintah pusat sebagai pemberi kebijakan, pemerintah daerah berperan penyedia tenaga (staffing), masyarakat berperan dalam materil atau peralatan awal, perusahaan yang berperan dalam keahlian (skill), dan pengendalian kebakaran di tingkat tapak. Adanya sinergisitas dari tiap pihak tersebut menunjukkan keberhasilan pemerintah juga dalam membuat sebuah tata kelola kehutanan yang baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa hal yang digali oleh Raffles dalam disertasinya sehingga ia juga menyampaikan, bahwa dalam pengendalian karhutla, salah satu variabel yang menjadi kajiannya adalah, angka kekerasan (violence) dalam bentuk pemaksaan pada penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Angka terbesar dimana pemaksaan terjadi adalah pada masa awal kebakaran. Hal itu terjadi terutama pada tahun 2015, dimana masyarakat perlu diungsikan ke wilayah yang lebih kondusif. Pemaksaan, dalam hal ini perlu dilakukan, mengingat banyaknya masyarakat yang enggan meninggalkan rumah mereka.
Sebagai seseorang yang telah menjabat sebagai Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan selama enam tahun. Dimana dua tahun masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan empat tahun di masa Kabinet Kerja, ia pun menyampaikan bahwa dirinya sempat mengalami kendala posisinya hanya sebagai Direktur Pengendalian Kebakaran saja.
Raffles mengakui banyak keuntungan yang didapat dari bersatunya kementerian ini, salah satunya adalah penanganan karhutla yang sudah terpadu, dan sudah memberdayakan masyarakat. Akibatnya menurutnya penurunan angka kebakaran hutan dan lahan tersebut, memungkinkan Perhutanan Sosial di beberapa kawasan yang rentan karhutla dapat dilakukan, khususnya di wilayah-wilayah kawasan hutan masyarakat adat.
Dalam kajiannya Raffles juga menyampaikan rekomendasi, salah satunya adalah patroli terpadu, dimana ia merekomendasikan, agar Masyarakat Peduli Api, masuk dalam perangkat desa, atau menjadi institusi resmi tingkat desa. Hal tersebut berarti, institusi kecil itu berhak menggunakan anggaran desa dalam peningkatan kapasitas pengendalian kebakaran hutan dan lahan, peningkatan kapasitas dalam pembuatan perencanaan pengendalian, dan memiliki kemampuan dalam kepemilikan alat (tools) guna penanggulangan karhutla di tingkat desa.
Menurutnya langkah ini telah dimulai. Pihak KLHK telah tiga kali melakukan Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discusion), dengan Kementerian Dalam Negeri, BAPPENAS, dan Akademisi untuk merumuskan hal tersebut diatas. Raffles juga merekomendasikan untuk pemerintah serius menggarap edukasi mengenai kebakaran hutan dan lahan ini, mulai dari tingkat pra-sekolah hingga perguruan tinggi.
Sekecil apa pun langkah edukasinya, menurutnya generasi saat ini hingga mendatang perlu terpapar edukasi pengendalian karhutla. Harapannya di masa depan, langkah yang lebih baik dapat dilakukan oleh generasi setelahnya dalam menurunkan angka kebakaran hutan dan lahan.
Selain itu, bertindak sebagai tim penguji luar (External Examiner) dari Program Doktoral di Universitas Brawijaya, Menteri LHK Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa secara peran, pemerintah pusat bertindak sebagai pihak pembuat kebijakan dan melakukan sosialisasi terhadap kebijakan.
Sementara pemerintah daerah memiliki peranan yang lebih signifikan, dimana pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk turun langsung dan mengimplementasikan tiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Menurut beliau itu harusnya dianggap sebagai sebuah keuntungan bagi daerah, karena dapat secara langsung melihat hasil dari sosialisasi kebijakan. (idr/idr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini