"Jadi begini, saya ketemu atau telepon, Bu Eni bilang Pak Novanto marah. Kenapa saya bilang, karena dia (Eni Saragih) merapat ke Pak Airlangga. Nggaklah saya rasa," kata Kotjo saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Setya Novanto, yang juga bersaksi dalam sidang, membenarkan pernah marah pada Eni Saragih. Novanto mengatakan, saat ditahan karena terjerat kasus proyek e-KTP, dirinya memilih Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai Plt (Pelaksana Tugas) Ketum Golkar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sebelum ditahan dalam kasus proyek e-KTP, Novanto menyebut Eni Saragih sering melakukan rapat dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan ingin menggelar Munaslub Golkar untuk memilih pengganti Novanto sebagai Ketum Golkar.
"Tapi sebelum itu saya ditahan, betul Saudara Eni sering rapat dengan Airlangga, bahkan sudah menyatakan munaslub. Jadi saya tegur, saya masih ketum. Waktu itu saya belum ditahan kenapa kok sudah mengadakan ini (munaslub) dengan saya masih masalah e-KTP, saya minta loyalitasnya," jelas Novanto.
Menurut Novanto, saat itu Airlangga Hartarto menjadi salah satu kandidat Ketum Golkar untuk menggantikannya. Namun Eni Saragih sudah melakukan manuver untuk mencari kandidat Ketum Golkar.
"Memang ada beberapa (calon ketum) karena kita sedang berpihak pada kekuasaan bersama pemerintah. Jadi pertama yang kita lihat status menteri Pak Airlangga. Memang tepat Airlangga dicalonkan menggantikan saya, tapi keadaan Eni sudah melakukan ke sana-kemari. Padahal kita sepakat Pak Idrus menjadi Plt," tutur dia.
Terkait Idrus Marham, ia menyebut pernah bertanya ada-tidaknya niat menjadi Ketum Golkar. Ketika itu, Idrus menjawab tidak berniat menjadi Ketum Golkar jika Novanto bermasalah kasus hukum.
"Jadi Pak Idrus pernah datang saat sebelum saya masuk (tahanan). Saya tanya Pak Idrus apakah minat kalau ada masalah di kemudian hari menjadi Ketum Golkar karena saya harus bicara pihak lain, artinya kepada penguasa. Pak Idrus mengatakan belum siap menjadi ketum, tapi kalau dipercaya jadi plt mungkin masih bisa karena sementara. Semestinya saya nilai kemampuan beliau bisa, tapi dia tidak siap," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Idrus Marham didakwa menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Duit itu disebut jaksa diterima Idrus untuk bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN.
Sekjen Golkar itu ingin menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Idrus pun disebut jaksa mengarahkan pemberian suap dari untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Ketika itu, Novanto terjerat perkara korupsi proyek e-KTP, posisi Ketua Umum Partai Golkar pun goyang. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini