"Saya bukan pelaku utama, tapi petugas partai yang dapat penugasan dari partai dan uang yang saya terima untuk kepentingan partai dan organisasi serta membantu orang tidak mampu," ujar Eni ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Selatan, Selasa (19/2/2019).
Eni mengaku hanya diperintahkan Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR, Setya Novanto, untuk mengawal proyek PLTU Riau-1 saat itu. Menurut Eni, proyek tersebut menguntungkan negara karena bisa memberikan manfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan listrik murah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa saya ikut terlibat kasus ini hanya petugas partai, keberadaan proyek ini juga menguntungkan negara dan bermanfaat untuk rakyat. PLTU proyek investasi swasta tak menggunakan APBN, meski tidak memakai uang negara, negara diuntungkan dengan PLN diberikan saham mayoritas, sehingga diyakinkan skema ini bisa menjual listrik murah," kata Eni.
"Persidangan ini saya sama sekali tidak mencuri uang negara dan sama sekali tidak ada kerugian negara," imbuh dia.
Selain itu, Eni merasa kaget dituntut 8 tahun penjara dan jaksa menolak justice collaborator (JC) dalam perkara ini. Padahal dia merasa selalu bersikap kooperatif dan menyesali perbuatannya.
"Saya menyesali apa yang dilakukan dan saya bertobat. Saya juga kaget JPU menolak JC saya untuk diri saya karena dianggap pelaku utama. Sejak pemeriksaan dan konsisten saya bukan siapa-siapa tanpa perintah petinggi partai, dan dukungan orang di atas saya," ujar Eni.
Eni juga menyebut hanya menjalankan perintah politikus Golkar Melchias Mekeng untuk membantu pengusaha Samin Tan. Dia mengakui kesalahannya sehingga mengembalikan sejumlah uang.
"Saya mengakui kesalahan apa yang saya terima, maka saya bersikap kooperatif dan saya mengakui kesalahan serta mengembalikan uang," kata Eni.
Eni Saragih sebelumnya dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Eni Saragih diyakini jaksa KPK bersalah menerima uang suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Uang suap itu dimaksudkan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1 di PLN. Proyek itu sedianya ditangani PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC Ltd). Kotjo merupakan pemilik BNR, yang mengajak perusahaan asal China, yaitu CHEC Ltd, menggarap proyek itu.
Uang suap yang diterima Eni untuk kepentingan Partai Golkar melaksanakan munaslub. Ketika itu, Eni diminta Plt Ketum Idrus Marham meminta uang USD 2,25 juta kepada Kotjo.
Selain itu, jaksa menyakini Eni bersalah menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diterima Eni dari sejumlah direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas.
Simak Juga 'KPK Telusuri Aliran Suap Eni Saragih':
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini