Tak Puas dengan Swasta, Anies Segera Ambil Alih Pengelolaan Air Jakarta

Tak Puas dengan Swasta, Anies Segera Ambil Alih Pengelolaan Air Jakarta

Arief Ikhsanudin - detikNews
Senin, 11 Feb 2019 14:53 WIB
Foto: Anies Baswedan (Rolan/detikcom)
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengambil alih pengelolaan air dari pihak swasta. Anies berargumen, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami kerugian setelah perjanjian pada tahun 1997 saat pengelolaan dilakukan oleh PALYJA dan Aetra.

"Posisi Pemprov DKI sangat jelas dan tegas, Pemprov akan segera ambil alih pengelolaan air di Jakarta demi dukung target perluasan air bersih di Jakarta. Tujuannya koreksi perjanjian yang dibuat masa Orba '97, selama 20 tahun perjanjian, pelayannya air bersih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan," kata Anies kepada wartawan, di Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta (11/2/2019).

"Awal tahun 1998, 44,5 persen. Berjalan dua puluh tahun hanya tingkat jadi 59,4 persen. Dulu delegasikan. Kesenangan swasta. Dan kita siap untuk ambil alih. Kepala swasta masalah?" imbuh Anies.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Anies menekankan, ada tiga kerugian yang dialami oleh Pemprov DKI Jakarta. Masalah pertama adalah soal eksklusivitas pengelolaan air.

"Jadi kita tahu investasi terkait dengan pengelolaan air ini, dalam perjanjian air ini harus seizin pihak swasta. Kita tahun lalu ingin tambah jaringan namun tidak dimungkinkan oleh peraturan, karena hak itu ada pada swasta. Tambah saja harus izin ke pihak swasta," ucap Anies.

Kemudian, pengelolaan seluruh aspek di air bersih dikuasai oleh swasta. Pemerintah tidak memiliki hak untuk pengelolaan. "Dari air baku, pengolahannya, lalu distribusi, dan pelayanan, empat-empatnya ada di sana. Kita Tidak punya kontrol," kata Anies.

Lalu, lanjut dia, negara harus membagi keuntungan sebesar 22 persen. Padahal, lanjutnya, selama 20 tahun pihak swasta hanya membangun jaringan air dari 44,5 persen pada 1998 menjadi 59,4 persen pada 2018, padahal, target tahun 2023 adalah 82 persen.

"Ini problematik, negara dalam perjanjian ini memberikan jaminan keuntungan 22 persen. Target tidak tercapai, tapi keuntungan wajib dibayarkan oleh negara. Kalau hari ini angka tercapai mungkin lain cerita," ucap Anies.


Untuk itu, Anies akan ikuti saran dari Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum untuk melakukan pengambilalihan pengelolaan air bersih menjadi sepenuhnya oleh PAM Jaya. Anies menyebut Pemprov akan lakukan tindakan perdata.

Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum menyebut proses perdata bukan melalui persidangan. Tapi, merupakan pertemuan dengan PALYJA maupun Aetra.

"Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, artinya perjanjian PKS (Perjanjian Kerja Sama) masih ada. Kita mau ambil alih pengelolaan, dengan PKS masih ada. Harus dibicarakan, karena kerja sama ikat kedua belah pihak. Jadi secara perdata harus disepakati," ucap anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum Tatak Ujiyati.

Ada beberapa opsi yang disiapkan. Namun, pilihan mana yang diambil belum ditentukan. "Ada tiga pilihan, pertama ambil alih sebagian pengelolaan, misalnya tadi (ada) empat, misal kita ambil alih beberapa sesuai PP 122 tahun 2015 (tentang sistem penyediaan air minum) itu sebagian pengelolaan diambil. Kedua, beli saham. Ketiga putus kontrak sesuai pasal 49 poin tiga. Itu semua ada konsekuensi biaya. Nanti akan dihitung dan dibicarakan bersama," ucap Tatak. (gbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads