"Ketika dikelola oleh swasta selama 20 tahun terakhir ini kita tidak menyaksikan ada pertumbuhan yang signifikan. Kita tidak menyaksikan pertumbuhan," kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019).
Anies mendengar ada putusan baru terkait swastanisasi air tersebut, terkait MA yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) Kementerian Keuangan. Dia mengatakan masih menunggu salinan putusan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anies mengakuu berhati-hati dalam menjalankan putusan MA tersebut. Dia tak ingin Pemprov DKI Jakarta dituntut terkait pelaksanaan putusan itu.
"Kalau dituntut dan kalah, kalau kalah itu ongkosnya mahal sekali untuk rakyat. Pelayanannya terhenti kemudian biaya kompensasi yang harus dikeluarkan tidak terprediksi angkanya," sebut Anies.
Sebagaimana diketahui, putusan MA mengabulkan gugatan masyarakat sipil. MA menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta. Hal itu terwujud dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997, yang diperbarui dengan PKS tertanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini.
Atas hal itu, MA memerintahkan:
1. Menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI.
2. Mengembalikan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Hak Asasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi UU Nomor 11 Tahun 2015 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2012 hak atas air komite PBB untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
(fdu/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini