Peneliti utama LIPI Bandung Goib Wiranto menilai harus ada keputusan pemberhentian moratorium soal reorganisasi. Menurutnya, jika tidak dilakukan pemberhentian kebijakan akan ada lagi korban yang di-PHK.
"Saya kira ide tidak ada masalah tapi kalau implementasinya seperti ini korban akan terus berjatuhan. Saya kira korban bukan sekedar materi tapi misalkan ketidakpastian waktu yang terbuang jadi sia-sia. Sehingga teman-teman di Bandung tak ada jalan kecuali ke Jakarta untuk menyuarakan," kata Goib di ruang Auditorium LIPI, Gatot Subroto, Jakarta Selatam, Jumat (8/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pengamat politik LIPI, Dewi Fortuna Anwar juga menyuarakan hal senada. Bahkan dia sempat meminta kebijakan reorganisasi tidak dipaksakan.
"Jadi lebih baik duduk betul, usul untuk meninjau kembali perlu didengar karena kalau dipaksakan dan Anda hanya mensosialisasikan keputusan yang Anda hanya bilateral itu masalah legitimasi akan selalu ada. Jadi lebih baik mundur untuk menang bersama-sama," paparnya.
Peneliti Senior Puslit Ekonomi Maxensius Tri Sambodo juga mengutarakan kegundahannya soal carut-marut di tubuh LIPI. Dia mendorong agar Handoko menyetop reorganisasi.
Dia menceritakan, semangat kolaborasi di tubuh LIPI justru hilang. Dia tak ingin ada perpecahan di LIPI.
"Saya 1,5 tahun di Singapura, pada satu titik saya ada pilihan apakah saya kembali ke LIPI atau saya kembali diaspora. Tapi kenapa saya kembali ke LIPI karena saya bekerja lebih gembira di LIPI, saya bertemu teman dengan suasana gembira, bekerja dengan kolaborasi, bukan sikut-sikutan dengan tajam, nuansa kerja yang kita bangun kolaborasi semangat saling bantu tak merasa saling jagoan tapi saling melengkapi," ujarnya.
"Tapi saya tanya di IPT apakah semangat kolaborasi terbangun? Apa itu semakin hebat? Mungkin kita perlu refleksi. Kita nggak membangun individualistis. Kita kembali di sini karena ingin kolaborasi bukan dipecah-dipecah. Ilmu harus netral dari politis," lanjut Max.
Handoko kemudian menjawab seluruh keluhan para peneliti LIPI. Dia mengatakan akan membentuk tim kecil untuk mengkaji 5 tuntutan peneliti.
"Jadi saya tak akan jawab intinya, saya perjuangkan LIPI untuk tak bubar. Justru upaya yang saya lakukan itu seperti saya ceritakan setiap kunjungan karena memang saya ada paling depan untuk mempertahankan itu sehingga saya sepakat untuk bentuk tim untuk diskusi," kata Handoko.
Para peneliti yang hadir menyoraki Handoko. Pada saat ini, suasana mulai tegang.
Moderator diskusi kemudian meminta Handoko untuk menandatangani 5 tuntutan para peneliti. Namun Handoko menolak.
"Saya bisa sepakat asal yang poin 1 dan 5 dicoret. Karena ini menyangkut banyak hal. Itu tidak bisa, itu tahap yang nomor 1 dan 5. Karena mereka ada yang sudah dilantik," kata Handoko disambut sorakan peneliti di dalam ruangan.
Berikut 5 tuntutan para peneliti:
1. Menghentikan sementara (moratorium) kebijakan reorganisasi LIPI
2. Membentuk Tim Evaluasi Reorganisasi LIPI yang beranggotakan perwakilan dari masing-masing kedeputian
3. Mengkaji ulang kebijakan reorganisasi LIPI dengan melibatkan seluruh civitas LIPI secara inklusif, partisipatif, dan humanis
4. Merumuskan visi, rencana strategis, dan peta jalan (road map) LIPI dengan tahapan yang terukur dan jelas
5. Selama proses pengkajian ulang berlangsung, maka tata kelola LIPI dikembalikan pada struktur sesuai dengan Perka LIPI No 1/2014.
Penolakan dari Handoko itu kemudian direspons dan sempat berujung deadlock karena tak kunjung disepakati. Sebab, pertemuan yang dimulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB dirasa tak ada keputusan final.
"Dengan demikian karena tidak disepakati, pertemuan selesai dan dinyatakan deadlock," ucap sang moderator yang juga peneliti LIPI.
Setelah beberapa peneliti LIPI meninggalkan ruangan, Dewi kemudian mendatangi Handoko. Dia meminta Handoko untuk tetap menandatangani dengan kesepakatan poin 1 dan 5 dikaji lebih lanjut.
"Makanya kasih tanda bintang dulu aja, nanti di dalam ini, yang bintang kasih subjek, untuk sementara didiskusikan lebih lanjut, itu aja. Presiden saja tanda tangan bisa diubah, UUD bisa diamandemen, jadi Anda tidak usah terlalu baku, nggak lihat situasi kaya gini? LIPI ini malu jadi subjek pemberitaan," ujar Dewi ke Handoko.
Handoko akhirnya menyetujui kesepakatan itu.
"Ya sudah boleh bawa sini, tapi kita ubah saja," jawab Handoko.
![]() |
Dewi kemudian mengatakan akan ada tim yang mewakili untuk mengkaji kebijakan reorganisasi. Hal ini dilakukan semata-mata demi kemajuan LIPI.
"Kita saksikan bersama kepala LIPI menandatangani kesepakatan untuk melakukan kajian kembali terhadap reorganisasi dan redesterbusi kepegawaian LIPI, hal-hal ini akan dilakukan oleh tim yang dibentuk yang betul-betul mewakili setiap satu kerja. Demi kemajuan LIPI bersama," ujar dia.
Usai pertemuan, Handoko menjelaskan alasannya yang sempat tidak mau menandatangani 5 tuntutan dari peneliti LIPI tersebut. Dia mengatakan tak bisa menandatangani 2 poin karena berbenturan dengan Perpres nomor 4 tahun 2018.
"Jadi memang kalau reorganisasi itu sebenarnya bukan hanya saya prosesnya. Jadi yang jelas proses itu melibatkan banyak pihak khususnya Kemenpan RB, kedua memang kita ada proses pemindahan pusat yang standarisasi nasional. Itu kalau kita pakai kan itu gugur padahal sesuai perpres itu harus sudah dipindah, jadi tak mungkin, kasihan juga yang sudah ke sana, itu amanah Perpres Nomor 4 Tahun 2018," paparnya. (idn/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini