"Kan belum efektif kampanye tatap muka. Sekarang masih gaya konvensional, pasang alat peraga kampanye sampai tempat pemakaman umum juga dipasang. Saya juga heran. Ini gaya baru ini. TPU dipasang alat peraga. Saya pikir ini kan orang meninggal nggak bisa milih. 'Oh Anda salah, ini untuk orang yang ziarah'. Luar biasa," kata Wahyu saat jadi pembicara di Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (7/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, menurutnya, ada 9 metode untuk berkampanye, yakni pemasangan alat peraga kampanye, penyebaran bahan kampanye, pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, kegiatan lain sesuai undang-undang, iklan kampanye, dan debat capres-cawapres.
"Jadi ini kecanggihan, sayangnya kecanggihan ini hanya cara konvensional, padahal ada 7 metode yang semestinya kalau dilakukan efektif ini akan dahsyat. Misal tatap muka, pertemuan terbatas ini kalau dilakukan efektif kepentingan pemilih pasti dapat karena ada mekanisme interaktif lebih mendekatkan pemilu dengan pemilih tapi metode ini belum jadi pilihan utama. Pilihan utama masih alat peraga, termasuk di TPU," paparnya.
KPU juga bicara perannya dalam melakukan sosialisasi pemilu. Salah satu program yang dicanangkan adalah sosialisasi dan pendidikan pemilu berbasis warga.
Wahyu memaparkan program sosialisasi itu KPU turun ke masyarakat mulai dari tingkat RT hingga lokalisasi.
"Ini contoh ekstrem, kita melayani pemilih itu dengan berbagai cara. Sampai pernah saya ke Batam ada lokalisasi masuk harus bawa kondom, saya beli karena tiketnya hanya itu. Saya taat aturan aja. Saya sosialisasi di situ, tapi jangan ditangkap perspektif lainnya, semangatnya adalah kita melayani pemilu sungguh-sungguh," jelas Wahyu. (idn/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini