Bahkan Vihara Darma Rakita, tempat ibadah umat Budha yang berada di kawasan pecinan itu sepi jemaat. Ya, tak ada jemaat lagi. Namun vihara masih aktif melayani jemaat atau tamu dari luar kota yang ingin sembahyang.
Tak ada ucapa selamat datang atau nama gang di jalan menuju pecinan itu. Hanya tembok tua berlumut, kumuh menjadi satu-satunya penyambut bagi warga yang melintas di kawasan pecinan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, lanjut Dede, geliat aktivitas ekonomi warga Tionghoa tumbuh besar di Jamblang, seperti gudang sarang walet, pertokoan, dan lainnya. "Waktu saya kecil itu ramai sekali. Kalau Imlek ramai, banyak pertunjukan. Banyak juga sarang walet, sekarang sudah sepi," ucapnya.
![]() |
Dede menuturkan pada era penjajahan hingga era orda baru jumlah warga Tionghoa mencapai ribuan orang. Namun, lambat laun mulai menyusut. Tepatnya saat terjadi reformasi.
"Di sini, warga Tionghoa sudah membaur dengan warga lainnya. Sekarang Sudah tidak ada aktivitas warga Tionghoa, ada tapi sedikit," katanya.
Tonton video: Memaknai Perayaan Imlek dan Keberuntungan di Tahun Babi Tanah
Menurut Dede, warga Tionghoa yang ada di kawasan pecinan Jamblang memilih pindah ke luar daerah. Rumah-rumah kosong yang ditinggal warga Tionghoa itu, lanjut dia, sempat dimanfaatkan sebagai sarang burung walet.
"Sempat berjaya (sarang walet), tapi lambat laun menyusut dan sekarang mungkin sudah tidak ada. Saat terjadi reformasi itu banyak yang pindah, ada yang ke Jakarta, Bandung, kemudian Kota Cirebon. Banyak lah," katanya. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini