Cerita Nonik Rayakan Imlek Tanpa Klenteng di Pacitan

Cerita Nonik Rayakan Imlek Tanpa Klenteng di Pacitan

Purwoto Sumodiharjo - detikNews
Selasa, 05 Feb 2019 07:50 WIB
Foto: Purwoto Sumodiharjo
Pacitan - Berstatus minoritas tidak mengurangi semangat Chrismilia Natalia (48) menyambut Imlek. Pemilik usaha di Jalan Ahmad Yani, Pacitan itu mengaku rutin melakukan ritual sembahyang jelang kedatangan tahun baru Tionghoa tersebut.

Dengan ritual khusus, Nonik, sapaan akrab Chrismilia, selalu menyempatkan waktu merenungkan makna kehidupan dalam doa.

"Pada dasarnya makna Imlek bagi keluarga kami adalah bersyukur atas segala anugerah. Juga merenungkan kembali perjalanan kita selama setahun terakhir," ucapnya ditemui detikcom di lobi restoran miliknya, Selasa (4/2/2019).

Menyambut Imlek, lanjut penghobi petualangan itu, sudah menjadi tradisi sejak dirinya anak-anak. Alm. Elsje Martini (ibunda Nonik)-lah sosok yang membiasakan peringatan Imlek di keluarga itu.

Seperti anak-anak Tionghoa pada umumnya, Nonik kecil juga terbiasa dengan asyiknya menunggu angpau. Namun tradisi itu belakangan tak lagi ada di keluarganya.


"Keluarga saya (tinggalnya) jauh-jauh semua. Jadi kalaupun mau kasih angpau ke siapa?" ujar Nonik.

Lahir dan dewasa di Pacitan, Nonik lebih sering melakukan ritual Imlek hanya di lingkup keluarga. Momen tahunan itu pula seolah menjadi penyatu dua latar budaya berbeda. Nonik merupakan keturunan ke-6 Tionghoa di Kota 1001 Gua. Sedangkan Agustinus Agung Trisnanto (49), suami Nonik, adalah pria asli Salatiga, Jawa Tengah.

Sejak menjadi bagian dari keluarga besar Nonik, Anto, panggilan karib Agustinus Agung Trisnanto juga ikut merayakan sukacita Imlek. Baginya, substansi perayaan adalah harapan dan permohonan yang terungkap dengan rangkaian doa.

Cerita Nonik Rayakan Imlek Tanpa Klenteng di PacitanFoto: Purwoto Sumodiharjo

"Saya rasa tradisi leluhur (Imlek) ini adalah hal yang baik. Sebab selalu ada harapan di tahun baru untuk masa depan yang lebih baik," tuturnya sembari mengaku rutin sembahyangan jelang Imlek bersama sang istri.

Nonik menambahkan, sejauh ingatannya Imlek memang tak pernah dirayakan meriah di Pacitan. Apalagi populasi Tionghoa hanya berjumlah puluhan orang. Di daerah tersebut juga tidak ada klenteng.

Sebagian warga keturunan tak lagi menjalankan ritual nenek moyang. Meski begitu, beberapa orang tetap menjadikan Imlek momen berkumpul keluarga. Termasuk di dalamnya saling berbagi angpau.


"Terutama (ritualnya) sembahyang. Jadi ndak ada perayaan apa-apa. Cuma keluarga pada ngumpul seperti ini," terang ibu dari Yohanes Elang Samudra (20) dan Yohana Rimba Gemintang (17).

Nonik pun mengaku punya mimpi besar. Dia berharap di tahun Babi Tanah akan membawa banyak kelimpahan rezeki bagi keluarganya.

Pun dengan bisnis hotel dan restoran yang dikelola. Tahun ini Nonik berencana merenovasi bangunan yang sekaligus menjadi tempat hunian itu.

"Mudahan-mudahan diberikan kelancaran ya," katanya sembari pamit menyiapkan kelengkapan sembahyang.

Tonton video: Ratusan Turis Kunjungi Klenteng di Probolinggo

[Gambas:Video 20detik]



Saat persiapan sembahyang, sebuah meja berukuran 40 x 50 cm tampak berada di salah satu pojok ruangan. Di atasnya tertata belasan menu makanan. Ada juga buah-buahan segar aneka warna.

Tampak pula beberapa batang dupa terselip. Kian melangkapi rona merah lampion yang terpajang di seantero sudut bangunan. Mulai teras hingga ruangan.


(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.