Buni Yani bersumpah dirinya tidak memotong atau mengedit pidato eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Buni Yani menyebut kasusnya itu sebagai bentuk kezaliman.
"Kalau saya diputuskan bersalah oleh karena gara-gara sesuatu yang tidak saya lakukan, demi Allah, saya tidak melakukan itu, saya sekarang melakukan mubahalah," ujar Buni Yani dalam jumpa pers di Jl H Saabun, Jati Padang, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Demi Allah saya tidak pernah mengedit dan memotong video. Kalau saya bohong, biarlah Allah sekarang juga memberikan laknat dan azab kepada saya dan seterusnya kepada anak-cucu saya dan saya dimasukkan selama-lamanya ke dalam neraka. Selama-lamanya ke dalam neraka agar saya dikutuk selama-lamanya dan anak-cucu saya merasakan yang sepedih-pedihnya azab dari Allah," kata Buni Yani.
Dia mewanti-wanti para penegak hukum agar tidak melakukan kebiadaban. Menurut Buni Yani, kuasa itu singkat dan setiap orang bisa menjadi korban dari kezaliman rezim.
"Tetapi kalau saya benar, biarlah buzzer, polisi, jaksa, hakim, maka semuanya mendapatkan laknat dan azab dari Allah SWT sepedih-pedihnya, lalu mereka mendapatkan azab yang tidak ada duanya," sambungnya.
"Siapa pun yang mencoba-coba melakukan kezaliman dan kebiadaban kepada sesama warga negara, rezim ini tidak akan lama, pasti akan berganti. Bisa jadi kemudian rezim ini Saudara-saudara akan menjadi korban. Camkan itu para penegak hukum," tegas Buni.
Polri pun menanggapi mubahalah Buni Yani tersebut. Polri menyatakan Buni Yani terbukti dalam persidangan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Polri menyebut Buni Yani pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.
"Itu pernyataan pribadi dia. Perbuatan melawan hukum sudah terbukti dalam persidangan dan sudah divonis," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (2/1/2019).
"Negara kita negara hukum, siapa yang berbuat melawan hukum harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut, equality before the law," jelasnya.
Tanggapan dingin juga datang dari Mahkamah Agung. MA, sebagai lembaga yang memvonis Buni Yani 1,5 tahun penjara, menyebut hal tersebut merupakan ungkapan dari orang yang kecewa.
"Nggak apa-apa, namanya orang kecewa, ucapannya tidak terkontrol," kata Kepala Biro Humas dan Hukum MA Abdullah saat dihubungi detikcom, Jumat (1/2/2019) malam.
Abdullah menyatakan putusan terhadap Buni Yani merupakan pertimbangan dari beberapa hakim atas bukti-bukti dan keterangan yang ada. Menurutnya, pernyataan Buni Yani tidak menyelesaikan masalah.
"Hal semacam ini kan tidak memperbaiki masalah. Seharusnya dulu sebelum melakukan itu dipikir lagi, jangan setelah terbukti," tutur Abdullah.
Video Buni Yani bermubahalah juga beredar luas. Mubahalah Buni Yani itu kemudian ditanggapi oleh juru bicara PSI, Guntur Romli. PSI menilai dengan divonis bersalah dan ditahan, hal itu menunjukkan Buni Yani kalah dalam mubahalah.
"Buni Yani berkali-kali mubahalah sejak awal kasus ini. Dengan dia masuk penjara, sebenarnya dia sudah kalah dalam mubahalah. Karena mubahalah berlaku efektif di dunia juga, tidak harus nunggu di akhirat," ujar Guntur dalam keterangan tertulis.
Namun pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, menilai PSI salah paham terkait mubahalah yang dilakukan oleh kliennya. Aldwin mengatakan Buni Yani justru bermubahalah karena masuk penjara dan tidak mendapat keadilan di dunia.
"Ya, pertama itu kan hak Pak Buni. Tetapi kan Pak Buni Yani itu mubahalah, bukan mubahalah, justru karena dia masuk penjara, jadi mubahalah. Karena dia dipaksa oleh karena proses hukum, yang hukum ini secara warga negara ini mesti taat hukum tapi sampai sekarang dia tidak pernah mengetahui atau menyangkal apa yang dituduhkan. Justru dia bermubahalah karena masuk penjara, bahwa dia bersumpah itu dia memang ketika dia masuk penjara, dia berharap keadilan Tuhan," kata Aldwin saat dihubungi, Senin (4/2/2019). (knv/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini