Pro-Kontra Gelar 'Jancuk' untuk Jokowi

Pro-Kontra Gelar 'Jancuk' untuk Jokowi

Suki - detikNews
Senin, 04 Feb 2019 10:46 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Surabaya - Pro dan kontra kata 'Cak Jancuk' disematkan ke Presiden Jokowi. Ada yang menyebut kata itu bermakna kesetaraan Jokowi dengan rakyat. Ada juga yang berpendapat jika 'jancuk' tidak pantas disematkan pada orang nomor satu di negeri ini.

Ini bermula saat Jokowi menghadiri Deklarasi Forum Alumni Jatim di kawasan Tugu Pahlawan Kota Surabaya, Sabtu (2/2). Dalam kesempatan itu, Jokowi mendapat gelar 'cak' dan 'jancuk'.

Menurut pembawa acara dalam deklarasi tersebut, Djadi Galajapo, 'cak' kepanjangan dari cakap, agamis, dan kreatif. Sedangkan 'jancuk' berarti jantan, cakap, ulet dan komitmen.


Meski begitu, kata 'Cak Jancuk yang disematkan pada Jokowi tetap menjadi perbincangan. Bagi pengamat politik Wawan Sobari, (Cak Jancuk) sapaan itu menunjukkan equali'ty atau kesetaraan. Ini merupakan model kampanye trade mark, yang dipakai Jokowi sejak awal ikut kontestasi. Baik sebagai Wali Kota Solo atau Gubernur DKI Jakarta.

Kata (jancuk) itu, menurut Dosen Ilmu Politik dan Peneliti Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, mengandung dua arti. Bisa berupa makian atau justru keakraban. Bagi masyarakat Surabaya, sub kultur budaya 'arek' sangat berbeda dengan mataraman. Masyarakat Surabaya tidak mengenal kasta bahasa halus atau kromo. Namun lebih ke apa adanya.

"Jokowi ingin menunjukkan bagi pemilih Surabaya, bahwa dia bisa setara dengan masyarakat. Ini menunjukkan tidak adanya jarak antara Jokowi yang masih presiden dengan pemilihnya," kata Wawan saat dihubungi detikcom, Minggu (3/2/2019).


Model kampanye seperti ini, lanjut dia, relatif berhasil dipakai Jokowi dalam tiap ajang kontestasi pemilu. Dalam pemilu, tidak bisa fokus pada segmen pemilih tertentu, namun harus menyesuaikan budaya calon pemilihnya.

Berbeda dengan Wawan, panitia penyelenggara justru mengaku kaget dan menyayangkan kata 'jancuk' keluar dalam deklarasi tersebut.

"Kami hanya memberikan sebutan 'Cak' saja bagi Pak Jokowi kemarin. Itu saja titik," kata Sekertaris Deklarasi Alumni Jawa Timur, Teguh Prihandoko saat dihubungi detikcom.


Teguh menjelaskan, panitia menyayangkan sikap Galajapo meski 'Jancuk' yang dimaksudkan merupakan singkatan dari sifat-sifat baik yang dimiliki Jokowi. Itu karena kata 'jancuk' sendiri terlanjur dikenal kebanyakan orang sebagai kata yang memiliki kesan negatif.

"Acara ini kan acara orang-orang intelektual, yang tidak hanya dihadiri oleh orang-orang Surabaya saja, melainkan dari alumni dari Kota Solo, Semarang dan lainnya. Jadi semunya kaget. Intinya kami hanya menyayangkan saja keluar kata-kata itu," tandas Teguh.

Senada dengan panitia, pengamat bahasa dan budaya Henri Nurcahyo juga menyayangkan pemberian gelar 'Jancuk' yang diberikan pendukungnya kepada capres nomor urut 01 itu. Ia menganggap itu keterlaluan.


"Cak iku wis benar. Tapi nek 'jancuk' iku kenemenen rek (Cak itu sudah benar. Tapi kalau jancuk itu keterlaluan). Kalau menurutku ya nggak layak-lah. Buat guyonan sesama konco nggak masalah. Tapi iki presiden mosok dijancuk-jancukno," kata Henry yang juga sebagai pengamat seni budaya Jatim.

Henri menejelaskan, meskipun menurut pengakuan pemberi julukan jancuk mengartikan positif dan mengacu pada akronim singkatan yang baik, namun tetap saja hal itu sebagai sebuah kebablasan. Karena yang diberi julukan itu orang terhormat dan lambang negara. (fat/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.