Pantauan detikcom, sesampainya di RSUD Ipong langsung menuju ruang IGD untuk menemui pasien DB yang baru datang. Selanjutnya, dia menuju ruang inap para pasien DB. Disana dia heran, banyak pasien DB yang dirawat di lorong rumah sakit karena terbatasnya jumlah kamar.
"Ini karena jumlah penderita cukup banyak, tapi fasilitas yang kita miliki tidak mencukupi," tutur Ipong saat ditemui wartawan, Selasa (29/1/2018).
Ipong pun berharap semua pasien bisa tertangani dengan baik apalagi usai penetapan KLB, semua Puskesmas dan RSUD mau menerima pasien DB tanpa dipungut biaya apapun alias gratis. Sebab, biaya pengobatan dibebankan kepada Pemkab Ponorogo.
"Kita harus fokus penanganan kasus DB ini supaya tidak meluas, saya harap juga rumah sakit swasta bisa menjadi bagian dari kasus KLB DB ini," terang dia.
Penetapan KLB ini, lanjut Ipong, usai banyaknya laporan penderita DB di wilayah Ponorogo. Serta jumlahnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Jika tidak ditetapkan KLB, dia khawatir tidak bisa melayani pasien DB dengan baik.
"Karena nggak ada dana APBD untuk kasus DB ini, jadi kalau ditetapkan KLB kita bisa pakai dana oncall," tukasnya.
Saat disinggung jumlah penderita yang berbeda antara Dinkes sebanyak 173 suspek dan 3 orang meninggal akibat DB. Sedangkan di lapangan dari data rumah sakit se-Kabupaten Ponorogo berjumlah 457 pasien dan 7 orang meninggal. Ipong pun menjawab pihaknya bakal melakukan kroscek sendiri meski laporan jumlah dari Dinkes berbeda dari fakta di lapangan.
"Berarti kan semakin benar keputusan KLB ini, kalau misalkan laporan kepala dinas tidak benar itu kan bisa saya cek," pungkas dia. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini