"Bawaslu bertindak sewenang-wenang karena bertentangan dengan Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018," kata ahli hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono, kepada detikcom, Senin (14/1/2019).
Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 menyatakan 'Frasa 'pekerjaan lain' dalam Pasal 182 huruf L UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik'. Sementara Pasal 182 UU Pemilu muatannya adalah mengenai syarat yang harus dipenuhi perseorangan untuk dapat menjadi peserta pemilu (DPD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bayu, putusan MK berbicara tentang syarat pencalonan, bukan syarat calon terpilih. Sementara putusan Bawaslu mensyaratkan OSO mundur dari kepengurusan paslon setelah terpilih.
"Pada titik pencalonanlah larangan terhadap pengurus partai politik itu untuk ikut serta sebagai kontestasi pemilu. Bukan setelah terpilih dan syarat ditetapkan sebagai calon terpilih," ujar Bayu.
Keputusan Bawaslu juga dinilai inkonsisten dengan keputusan Bawaslu sebelumnya. Sebagai lembaga semi-peradilan, Bawaslu diharapkan menjadi lembaga yang bisa memberikan jalan keluar atas setiap persoalan pemilu, bukan justru memunculkan persoalan baru atau bahkan putusannya menjadi sia-sia dan tidak berarti. Bawaslu melalui sidang sengketa sebelumnya, 11 Oktober 2018, mengeluarkan putusan yang bunyinya menolak gugatan OSO. Bawaslu menyatakan tak ada pelanggaran yang dilakukan KPU atas sikap mereka tak memasukkan OSO ke DCT. Karena itu, putusan Bawaslu kali ini disebut tidak konsisten dari putusan sebelumnya.
"Putusan ini juga mengandung 'bom waktu'. Seandainya OSO terpilih sebagai anggota DPD melalui proses pemilu, KPU berpotensi membatalkan keterpilihannya jika yang bersangkutan tak serahkan surat pengunduran diri dari Ketua Umum Partai Hanura. Hal ini dinilai akan menimbulkan sengketa lanjutan yang menyebabkan masalah semakin berlarut-larut," papar Bayu.
Solusinya, KPU harus meminta OSO membuat surat pernyataan terlebih dahulu siap mengundurkan diri dari jabatan pengurus partai politik paling lambat satu hari sebelum penetapan calon terpilih anggota DPD.
"Jika kemudian OSO tidak mau membuat surat pernyataan, ini dapat dianggap yang bersangkutan tidak memiliki itikad baik melaksanakan putusan Bawaslu sehingga tidak dilaksanakannya putusan Bawaslu bukan oleh KPU, melainkan oleh OSO," pungkasnya. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini