Alat yang diberi nama Elwasi (eling, waspada dan siaga) ini mampu mendeteksi jika ada pergerakan tanah di sekitar tempat pemasangan. Biaya pembuatannya jauh lebih murah jika dibanding dengan EWS yang sudah terpasang di beberapa desa di Banjarnegara.
"Sekarang beberapa desa yang rawan tanah longsor di Banjarnegara sudah terpasang EWS dari bantuan perguruan tinggi. Tetapi harganya mencapai Rp 400 juta untuk satu EWS. Kalau yang ini jauh lebih murah," kata dia di kantor BPBD Banjarnegara, Jumat (4/1/2019).
![]() |
Alat deteksi tanah gerak hasil karyanya hanya membutuhkan biaya Rp 5 juta. Alat tersebut mampu mendeteksi jika ada pergerakan tanah 5 centimeter dan lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disampaikan, suara sirine ini bisa terdengar hingga 1 kilometer. Warga Desa Kalimandi, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara ini mengatakan, EWS karyanya lebih murah karena menggunakan kompenen yang sederhana.
"EWS ini berbasis ekstensometer. Selain itu juga tidak menggunakan komponen yang canggih, misalnya alat pengiriman sinyal. Alat itu mudah rusak karena wilayah Banjarnegara ini lembab," jelasnya.
![]() |
Dengan menggunakan alat sederhana, ia berharap akan lebih memudahkan warga. Baik dalam membuat ataupun merawat. Sebab, jika terjadi kerusakan, tidak terlalu mahal untuk mengganti salah satu komponen EWS tersebut.
"Jadi lebih mudah dipahami, warga yang tinggal di daerah rawan tanah longsor tidak tergantung dengan bantuan. Mereka bisa membuat sendiri, dan merawatnya," tuturnya.
Saat ini, EWS ini sudah dipasang di dua desa di Banjarnegara. Yakni di Desa Bantar Kecamatan Wanayasa dan Desa Sirongge Kecamatan Pandanarum. Selain itu, juga dipasang di puncak tebing lokasi tanah longsor di kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
"Untuk membuat EWS ini, dari perencanaan sampai selesai kurang lebih membutuhkan waktu satu minggu," kata dia.
Sudarsono mengaku, awal mulanya ia selalu memperhatikan EWS saat pergi ke berbagai daerah bencana di Indonesia. Ia juga mengamati EWS yang sudah terpasang di beberapa desa di Banjarnegara.
"Awalnya saya melihat EWS di berbagai daerah di Indonesia. Akhirnya saya memilih menggunakan kompenon yang lebih sederhana. Ini juga menggunakan panel tenaga surya karena alat ini dipasang di bukit-bukit yang jauh dari aliran listrik," paparnya. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini