Makhluk itu selalu mengintimidasi Donnie. Ia hanya bisa memilih taat ketika diperintah, walau tahu akibat ketaatannya adalah kerusakan dan kekacauan belaka. Demi menghalau ketakutan, juga menebus rasa bersalahnya, Donnie memutuskan mati. Yang luar biasa, dan tidak bisa ditiru, ia mati dengan cara memutar kembali waktu yang telah berjalan: ia mati saat sebelum membuat satu pun kekacauan.
Film Donnie Darko (Richard Kelly, 2001) menyuguhkan perenungan subtil tentang perputaran waktu: mengubah masa depan dengan memperbaiki masa lalu, tapi setelah masa depan dijalani terlebih dahulu. Khas fiksi ilmiah---membuat para penonton berandai-andai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Transaksi dan Ideologi
Tak hanya publik yang terombang-ambing dengan berbagai narasi yang dimainkan politisi, baik tentang masa lalu maupun masa depan. Politisi yang bertarung di pemilu, karena turut menggenggam ketidakpastian---apakah menang atau kalah---juga menyuguhkan berbagai tindakan yang akrobatis, salah satunya berpindah-pindah partai. Pada umumnya itu terjadi untuk meningkatkan elektabilitas, mendapatkan bantuan kampanye, dan memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Sering berpindahnya politisi dari partai satu ke lainnya ini menjadi indikasi bahwa hubungan kader partai dengan partai tidak erat---baik secara organisasi maupun ideologis. Tidak kuatnya ikatan tersebut pun mengisyaratkan bahwa yang secara transaksional lebih menguntungkan, itulah yang akan dipilih dan diutamakan. Dan, kalau berdasarkan perhitungan matematis-politis tertentu seorang politisi yakin lekas meroket dan dikenal luas oleh publik, mahar dalam berpolitik pun rela diserahkan---berapa pun jumlahnya.
Tak berhenti sampai di situ. Tindakan atau manuver akrobatis lainnya pun muncul dari para politisi yang telah kehilangan pegangan ideologi. Lagi-lagi menurut hitungan matematis-politis, wacana atau pernyataan yang secara instan dapat membuat publik terenyak dan menimbulkan sensasi pun digelontorkan. Tidak substansial, analitis, dan mendalam, bahkan cenderung provokatif, itulah ciri-cirinya.
Publik pun makin sering disuguhi wacana atau pernyataan yang memecah-belah. Di situlah benih-benih kebencian menyusup, membuat persatuan dan kesatuan bangsa terancam.
Politisi adalah aktor, berakting sesuai tuntutan sutradara dan transaksi yang sudah disepakati. Kalau dengan membawa-bawa agama ia lebih mudah diterima di suatu komunitas atau masyarakat, maka akan tampil religiuslah ia. Di lain tempat dan waktu, yang dibawa-bawa mungkin bukan agama, tapi fiksi tentang masa lalu atau masa depan.
Langkah Edukatif
Politik transaksional dan mahar politik rawan melahirkan korupsi. Transaksi dalam berbagai lobi dan kontrak politik menjelang helatan akbar pemilu sudah barang tentu melahirkan berbagai tawar-menawar dan kesepakatan di antara para politisi. Karenanya, begitu nanti jabatan dan kedudukan berhasil diraih, yang diutamakan dan dipentingkan adalah kebijakan dan program yang bisa membuat para politisi lekas "balik modal".
Itulah lingkaran setan yang terbentang di depan mata. Kita pun akrab dengan janji-janji manis yang tak kunjung ditunaikan. Janji-janji itu lama-lama tampak seperti fiksi belaka. Untuk memutus lingkaran, perlu ada langkah pencegahan dan penyadaran. Di sinilah pendidikan berperan penting, dan pemerintah tampaknya sudah menyadarinya, yaitu dengan mencanangkan pendidikan karakter dan budaya antikorupsi, yang biasanya disebut pendidikan antikorupsi saja.
Baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meresmikan Pusat Edukasi Antikorupsi yang berada di Kantor KPK. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berencana memasukkan pendidikan antikorupsi dalam pembelajaran di kampus dan sekolah.
Tentu langkah itu perlu diapresiasi. Mohamad Nasir merencanakan pendidikan antikorupsi sebagai mata kuliah dasar umum. Namun, di level pendidikan dasar dan menengah, pendidikan antikorupsi tampaknya tak menjadi mata pelajaran baru. "Jangan bayangkan masuk pada mata pelajaran baru. Kalau itu yang dimaksud, mohon maaf, di sekolah dasar saja itu sudah beban terlalu banyak," kata Muhadjir Effendy.
Walaupun tidak mewujud sebagai mata pelajaran baru, pendidikan antikorupsi dapat diintegrasikan dengan penanaman nilai-nilai kejujuran, semangat bekerja-berkarya, dan kewirausahaan. Nilai-nilai itu, kalau digali dan ditelusuri, terhubung dengan kompetensi dasar yang ada di pelajaran PPKn, Agama, juga IPS.
Yang menjadi persoalannya, nilai-nilai itu dapat ditanamkan kepada siswa manakala guru-guru juga terbuka dan peduli dengan keadaan di sekitarnya. Sumardianta (2013:48) mengeluhkan model pembelajaran yang monokultur di sekolah. Secara tidak sadar, dengan model pembelajaran yang umumnya terjadi saat ini, guru-guru baru sampai pada taraf membentuk kecerdasan mekanis (mechanical intelligence), belum sampai pada taraf kecerdasan kreatif (creative intelligence), apalagi kearifan (wisdom).
Kita sudah sampai di akhir semester, pergantian tahun. Bila kita menengok soal-soal ulangan umum atau ulangan harian siswa SD hingga SMA, formatnya banyak yang pilihan ganda, dan mungkin hingga 90% isinya hafalan. Itulah salah satu indikasi bahwa siswa cenderung diajar untuk berpikir secara mekanis, bukan kreatif atau arif. Sikap atau budaya antikorupsi dapat diajarkan lewat model belajar yang inovatif dengan merangsang nalar kritis dan kepedulian siswa, tidak monokultur.
Di bangsa ini, tiap minggu ada saja berita korupsi yang disiarkan media. Menyaksikan realitas itu mestinya kita---terutama para pendidik---menyadari bahwa korupsi adalah ancaman terbesar bagi generasi mendatang. Sudahkah kita mewariskan pemikiran dan wacana yang arif? Atau, selama ini kita hanya menjejalkan pengetahuan dan hafalan yang hanya sampai di pikiran, tak mengubah sikap dan hati, dan semata-mata diberikan hanya agar nilai rapor siswa cukup baik?
Sidik Nugroho guru dan penulis lepas
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini