"Dalam rilis sudah dituliskan bahwa bukti yang mendukung telah terjadi runtuhan lereng Gunung Anak Krakatau antara lain adalah dari citra satelit yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada arah barat daya. Terus sehari sebelumnya ada cuaca ekstrem gelombang tinggi sehingga memperparah gelombang tersebut," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian ada data tambahan yang kami peroleh, gempa vulkanik tadi ternyata yang memicu terjadinya kolaps atau longsor bawah laut. Longsoran bawah laut ini dianalisis setara dengan kekuatan guncangan dengan magnitudo 3,4 dan episenternya ada di Anak Gunung Krakatau," tuturnya.
Menurut BMKG, dari data yang diterima, tsunami terjadi 24 menit setelah longsor Gunung Anak Krakatau terjadi. "Kolaps ini yang kemudian dalam waktu 24 menit menjadi tsunami di pantai dan kejadian itu terkonfirmasi dengan data tidegaude milik Badan Informasi Geospasial (BIG) yang dipantau oleh BMKG," terangnya.
BMKG bekerja sama dengan TNI serta LIPI melakukan monitoring terhadap Gunung Anak Krakatau. Dwikorita mengatakan timnya sempat mendekat ke Gunung Anak Krakatau pascatsunami, tapi balik mundur karena abu.
"Kemudian BPPT melakukan survei udara menggunakan drown, jadi kami mengumpulkan data. Artinya, ini gerakan bersama untuk menjaga masyarakat agar tidak terjadi lagi korban dan dapat terantisipasi ke depan," jelasnya.
Tonton juga video 'Melihat dari Dekat Gunung Anak Krakatau Erupsi':
(eva/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini