"Itu kelihatan banget bahwa institusi hukum di Indonesia (beserta orang-orang di dalamnya) tidak memiliki keberpihakan terhadap perempuan," ujar Sekretaris Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) Anindya kepada detikcom, Senin (17/12/2018).
Vonis MA itu diketuk oleh ketua majelis Dr Sri Murwahyuni dengan anggota MD Pasaribu dan Eddy Army. Menurut ketiganya, akibat perbuatan terdakwa, karier Haji Muslim sebagai kepala sekolah terhenti. Keluarga besar malu dan kehormatannya dilanggar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal MA telah menerbitkan Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Hal yang diatur adalah hakim tidak boleh membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan praktik tradisional lainnya ataupun menggunakan penafsiran ahli yang bias gender.
Selain itu, hakim tidak boleh mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku. Tidak hanya itu, hakim dilarang mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung stereotipe gender.
"(Dalam kasus Baiq Nuril) MA tidak punya perspektif yang memadai dalam menghadapi kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum," pungkasnya. (asp/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini