"Akibat perbuatan terdakwa, karier Haji Muslim sebagai kepala sekolah terhenti. Keluarga besar malu dan kehormatannya dilanggar," demikian alasan pertimbangan kasasi sebagaimana dilansir website MA, Jumat (14/12/2018).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Dr Sri Murwahyuni, dengan anggota MD Pasaribu dan Eddy Army. Siapa mereka?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kasus Baiq Nuril dan Kacaunya Hukum Kita |
Sri menjadi hakim agung sejak dilantik pada 23 November 2010 di usia 58 tahun. Ayahnya merupakan petani yang juga kepala desa di Magetan, Jawa Timur.
Selepas kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sri mendaftar jadi hakim. Pada 1983, ia mulai memegang palu dengan penempatan pertama kali di Pandeglang. Kariernya terus bergulir hingga lolos seleksi KY-DPR pada 2010 hingga memakai toga emas.
Setali tiga uang dengan Sri, MD Pasaribu juga merupakan hakim karier. Pria kelahiran Tapanuli, 18 Maret 1951, itu merupakan alumnus FH UI. Palu mulai dipegangnya di Limboto, Sulut, sejak 1980.
Baca juga: Vonis Baiq Nuril dan Kenaifan MA |
![]() |
Setelah itu, karier MD Pasaribu malang melintang di berbagai daerah di Indonesia. Seperti di Ternate, Mempawah, Singkawang, Lubuk Pakam, Jakarta Barat, Semarang, hingga Bandung. Ia akhirnya lolos seleksi KY dan DPR pada 2013 dan berhak memakai toga emas.
Adapun Eddy, satu angkatan dengan MD Pasaribu, memakai toga emas. Saat diseleksi KY, ia menyatakan haram hukumnya bagi hakim jika salah ketik dalam membuat putusan. Sebelum masuk ke MA, posisi tertingginya adalah hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang, Lampung.
Putusan terakhir yang menarik publik yang diketok majelis Sri-Pasaribu-Eddy adalah Buni Yani.
Saksikan juga video 'Mahasiswa di Makassar Tuntut Jokowi Bebaskan Baiq Nuril':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini