"Melakukan atau turut serta melalukan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim," ucap jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya Tamin sudah berstatus terdakwa terkait perkara pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektare eks HGU PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, Kabupaten Deli Serdang. Perkara itu diadili di PN Medan dengan susunan majelis yaitu Wahyu Prasetyo Wibowo sebagai ketua majelis dan dua hakim anggota atas nama Sontan Merauke Sinaga dan Merry Purba, serta panitera pengganti Wahyu Probo Julianto dan Helpandi.
Tamin disebut selalu mengajukan permohonan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah dengan alasan medis. Hakim menyetujui permohonan pengalihan status penahanan tersebut.
"Helpandi mengajukan draf penetapan pengalihan status penahanan atas nama terdakwa Tamin Sukardi kepada majelis hakim untuk ditandatangani yaitu Merry Purba, Sontan Merauke Sinaga dan Wahyu Prasetyo Wibowo," kata jaksa.
Baca juga: Deretan Hakim yang Kena OTT KPK |
Saat mengajukan draf penetapan pengalihan status penahanan, disebut jaksa, para hakim menanyakan dengan kalimat seperti 'kok hanya tanda tangan saja' dan 'kok gini-gini saja?' atau 'kerja baktinya saja kita dek'. Atas kalimat itu, Helpandi memahaminya sebagai permintaaan uang dari majelis hakim.
Setelah itu, Helpandi menemui orang kepecayaan Tamin, Sudarni BR Samosir dan Faridah Ariany Nasution, di restoran kawasan Medan, Sumatera Utara menjelaskan putusan Tamin. Dalam pertemuan itu, Helpandi menyampaikan kekecewaan majelis hakim selama persidangan proses penetapan pengalihan status penahanan dan izin berobat tidak diberikan sejumlah uang.
"Setelah pertemuan tersebut, Helpandi langsung menemui Sontan Merauke di ruang kerjanya menyampaikan permintaan bantuan agar putusan terdakwa Tamin Sukardi 'diamankan', yang ditanggapi Sontan 'tidak usah nanti saja lihat tanggal 27, kalau dia merasa terbantu, bolehlah' dan Helpandi juga menemui Merry Purba menyampaikan permintaan bantuan yang sama lalu ditanggapi 'bolehlah'," kata jaksa.
Atas permintaan dengan putusan bebas, jaksa menyebutkan Helpandi meminta Tamin untuk menyiapkan dana Rp 3 miliar. Tamin kemudian meminta Hadi Setiawan untuk bertemu Helpandi agar memonitor perkembangan menjelang putusannya.
"Selanjutnya Hadi Setiawan memberikan sejumlah uang sejumlah uang SGD 280 ribu dalam amplop cokelat yang berasal dari Tamin Sukardi kepada Helpandi," kata jaksa.
Helpandi kemudian memberikan uang itu ke Merry Purba sebesar SGD 150 ribu. Sedangkan sisa SGD 130 ribu disebut jaksa akan diserahkan ke Sontan Merauke setelah putusan dibacakan pada 27 Agustus 2018.
"Pada 28 Agustus 2018 di kantor PN Medan, petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Helpandi, Tamin Sukardi dan Merry Purba serta mengamankan barang bukti uang SGD 130 ribu rencananya diberikan untuk Sontan Merauke Sinaga," ucap jaksa.
Tamin dan Hadi diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini