"Kulit harimau yang kita terima ini akan diidentifikasi, registrasi, dan perawatan. Nanti ini dibawa ke mana itu tergantung Kementerian LHK," kata Dokter Hewan BKSDA Aceh drh Taing Lubis saat dimintai konfirmasi, Kamis (13/12/2018).
Menurut Taing, biasanya kulit harimau yang disita itu akan dijadikan bahan edukasi agar warga berhenti melakukan perburuan. Dari beberapa kasus, kata Taing, barang bukti tersebut ditempatkan di Taman Hutan Raya (Tahura) dan Museum Aceh untuk mengedukasi masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kita melakukan perawatan. Kita nggak tahu selanjutnya, karena yang sudah-sudah ada dua fungsi konservasi untuk edukasi. Kalau barang bukti kayak gini karena kondisi bagus, bagus untuk edukasi," jelas Taing.
"Biasanya untuk edukasi. Karena edukasi itu membuat orang tidak melakukan perburuan," ungkap Taing.
Seperti diketahui, dua penjual kulit harimau di Aceh Selatan, Aceh, divonis masing-masing empat tahun penjara. Hukuman terhadap Sarkawi dan Sabaruddin itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Kedua tersangka menjual kulit harimau tersebut seharga Rp 15 juta.
Putusan tersebut dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tapaktuan pada Kamis, 18 Oktober 2018. Sidang dipimpin hakim ketua Zulkarnain, dengan anggota Armansyah Siregar dan Muammar Maulis Kadafi.
Dalam persidangan, hakim menyatakan terdakwa I Sarkawi dan terdakwa II Sabaruddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperniagakan kulit satwa yang dilindungi. Keduanya diproses dalam dakwaan tunggal.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Sarkawi dan terdakwa II Sabaruddin dengan pidana penjara masing-masing selama empat tahun dan denda masing-masing sejumlah Rp 50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara masing-masing selama empat bulan," putus Zulkarnain dalam sidang tersebut. (agse/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini