KPU: Kami Tak Data Disabilitas Mental di Jalanan

KPU: Kami Tak Data Disabilitas Mental di Jalanan

Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 03 Des 2018 18:03 WIB
Komisioner KPU Viryan Aziz (Dwi Andayani/detikcom)
Jakarta - Pemilih tunagrahita atau disabilitas mental akan dimasukkan ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilpres 2019. KPU menjelaskan tidak semua penyandang disabilitas mental masuk DPT. KPU memastikan penyandang disabilitas mental di jalanan tidak masuk di DPT karena mereka tidak memiliki kesadaran untuk menentukan hak pilihnya.

"Pertanyaannya, yang sering dibandingkan bagaimana yang ada di jalan-jalan yang tidak tahu siapa dirinya? Ya itu tidak mungkin didata sama KPU," kata Komisioner KPU Viryan Aziz di KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (3/12/2018).


Ia menegaskan pendataan penyandang tunagrahita atau disabilitas mental sudah dilakukan sejak Pilpres 2014. Sebelumnya, penyandang disabilitas mental juga sudah menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 2014.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KPU mendata semua WNI yang punya hak pilih, termasuk yang disabilitas mental. Sejak pemilu 2014, hal ini sudah dilakukan, kalau ada pihak yang mendadak kaget bisa jadi mungkin lupa, bahwa mereka sudah didata dan gunakan hak pilih sejak pemilu sebelumnya," ungkapnya.


Adapun kategori disabilitas mental tidak hanya orang gila yang ada di jalan. Menurut Viryan, mereka yang patah hati dan menyebabkan stres juga termasuk. Ia menyebut KPU mendata pemilih berdasarkan alamat domisili door to door, di panti sosial, hingga rumah sakit jiwa sehingga KPU tidak mendata penyandang disabilitas mental yang berada di jalanan.

"Kemudian, kategori disabilitas mental bukan hanya orang gila yang ada di jalan. Sebab, itu hanya salah satu bagian. Jumlahnya justru lebih banyak yang tidak seperti itu. Yang ada di rumah. Misal ada yang patah hati sebab stres, sebab sudah mau dilamar kemudian tiba-tiba tidak jadi," kata Viryan.

Ia mengatakan pada prinsipnya KPU mendata penyandang disabilitas untuk memastikan hak pilih WNI terpenuhi. Namun tidak semua penyandang disabilitas mental atau tunagrahita didata apabila mereka memiliki rekomendasi dokter tidak mempunyai kesadaran memakai hak pilihnya.


"Berdasarkan putusan MK, (surat dokter) itu diperlukan. Tapi surat keterangan dokter itu bukan untuk setiap pemilih. Jadi semuanya didata, kecuali ada pemilih yang direkomendasikan yang mendapat surat keterangan dokter. Jadi bukan di RSJ satu-satu dicek, tidak. Semua didata. Kecuali dokter ada keluarkan surat, itu putusan MK ya. Nah putusan itu jadi bagian di KPU," ungkapnya.

Viryan menambahkan penyandang disabilitas mental tidak bersifat permanen. Ada yang sembuh saat menjelang hari pencoblosan. Ada pula mereka yang menjadi penyandang disabilitas mental menjelang hari pencoblosan.

"Dari perhimpunan jiwa sehat menyampaikan bahwa sudah dijelaskan juga penyandang disabilitas itu tidak permanen dan itu ada dalam amar putusan MK. Maka terlepas dari itu, dengan semangat melindungi hak pilih KPU mendata semua pemilih kecuali (disabilitas mental) yang permanen atau di jalan. Kalau yang di RSJ datanya ada. Harapannya pada saat pemilu sehat. Maka nanti perlakuannya masuk dalam peraturan soal pemungutan suara, bukan pendataan pemilih," ungkapnya.

(yld/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads