Ahli: Jangan Lupakan Kekuasaan Soeharto yang Sarat dengan Korupsi

Ahli: Jangan Lupakan Kekuasaan Soeharto yang Sarat dengan Korupsi

Andi Saputra - detikNews
Senin, 03 Des 2018 08:10 WIB
Foto: Ilustrasi: Edi Wahyono
Jakarta - Orde Baru kembali disuguhkan dalam dinamika politik saat itu. Menurut ahli hukum tata negara Dr Jimmy Usfunan, hal itu bisa menjadi gejala yang tidak sehat.

"Menyuguhkan kembali isu-isu ketokohan Soeharto dalam suasana demokrasi saat ini, seakan mau mengajak publik untuk melupakan kekuasaan Soeharto yang sarat dengan Korupsi di masa silam," kata Jimmy kepada detikcom, Senin (3/12/2018).


Pengajar Universitas Udayana Bali itu menunjukan banyak bukti seperti lahirnya TAP MPR Nomor XI/MPR/1998.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apabila ditelusuri lebih mendalam, keberadaan TAP MPR ini secara tidak langsung menjelaskan cara Soeharto menyuburkan KKN," cetus Jimmy.

TAP MPR itu lahir karena Soeharto memusatkan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden dalam penyelenggaraan negara. Kemudian melemahkan fungsi Lembaga Tertinggi Negara (MPR) dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya secara mandiri.

"Contoh saat itu, Presiden Soeharto telah mengatur sedemikian rupa Undang-Undang tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR dan DPRD sehingga MPR sulit dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam mengawasi Presiden. Serta melakukan intervensi terhadap kekuasaan kehakiman saat itu melalui Departemen Kehakiman," papar Jimmy.

Soeharto juga dinilai membungkam kebebasan berpendapat melalui partisipasi masyarakat yang hendak memberi kontrol sosial dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Soeharto juga melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha dalam praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Melakukan praktek-praktek usaha yang menguntungkan sekelompok tertentu (keluarga dan kroni-kroninya)," ujar Jimmy.


Jimmy juga menyitir berdasarkan data Transparency International di tahun 2004, menyatakan bahwa Soeharto adalah pemimpin paling korup di dunia.

"Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 140 PK/Pdt/2015, MA mengabulkan PK yang diajukan negara, dan Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar AS atau setara Rp 4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar," tegas Jimmy.


"Dengan Suburnya praktek KKN yang dilakukan saat adanya pemusatan kekuasaan pada Presiden, menjadi wajar mengindentikkan Soeharto sebagai penyebab korupsi di era Orde Baru. Dengan begitu, upaya untuk melupakan dosa korupsi Soeharto pada orde baru, dapat dikesankan sebagai cara untuk memunculkan model kekuasaan yang sama di era mendatang," pungkas Jimmy. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads