"Itu (pengawas aliran sesat) sudah lama. Itu Pakem sudah ada di zaman Soeharto, kenapa banyak hal di zaman Soeharto kita reformasi, kita hilangkan, kita anggap tidak bagus, eh, kemudian diulang," ujar Sodik di kompleks DPR, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Menurut Sodik, teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah semakin cepat. "Sehingga bisa jadi menemukan sesuatu-sesuatu yang sebetulnya bukan lagi aliran sesat dan Pakem lagi," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pembinaannya oleh teman-teman kebudayaan. Oke, paguyuban adalah salah satu, tapi yang lebih utama adalah konsep perlakuan, konsep pembinaan yang tepat, dengan seperti tidak perlu dicurigai. Sekali lagi, yang dibutuhkan adalah pemberdayaan dan pembinaan," ujarnya.
Ia mengatakan, bila aplikasi itu sama dengan yang diterapkan pada zaman Soeharto, hal itu menunjukkan Indonesia belum maju. Ia berharap justru pembinaan yang lebih dikedepankan.
Sebelumnya, Komnas HAM dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta aplikasi pengawasan aliran menyimpang buatan kejaksaan yang diberi nama Smart Pakem dihapus. Menurut kejaksaan, kewenangan mengawasi aliran menyimpang sudah diatur dalam UU Kejaksaan.
"Menyikapi perkembangan terkait peluncuran aplikasi Smart Pakem, ada beberapa hal yang perlu disampaikan. Bahwa untuk mengatur pengawasan, khususnya aliran aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat, pemerintah memberikan kewenangan kepada kejaksaan melalui peraturan perundangan," ujar Kasie Penkum Kejati DKI Nirwan Nawawi kepada detikcom, Senin (26/11). (yld/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini