Suryo Atmojo, pemandu di Museum Brawijaya menjelaskan gerbong ini sudah tersimpan di Museum Brawijaya sejak museum ini berdiri, yaitu sekitar tahun 1962. Oleh pengelola, museum ini diletakkan di halaman belakang.
"Gerbong maut ini sudah ada sejak pendirian museum mulai digagas oleh Brigjen TNI Surahman yang menjabat Pangdam V Brawijaya saat itu, sekitar tahun 1962. Di situ mulai diidentifikasi terkait bukti-bukti sejarah perjuangan di Jawa Timur. Bondowoso ada gerbong maut itu," terang Suryo saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/11/2018).
Saat itu, TNI AD, dalam hal ini Kodam V Brawijaya membentuk tim khusus untuk menelusuri dan mengumpulkan bukti-bukti sejarah perjuangan. Menurut Suryo, saat itu gerbong tersebut ditemukan berada di Yogyakarta, yaitu sekitar tahun 1967.
"Dari nomor gerbongnya bisa ditemukan oleh Pak Singgih, Pak Abdul Jaman dan Pak Slamet semuanya asal Bondowoso. Mereka pelaku (sejarah) langsung mencari dan menemukannya di Yogyakarta. Sebenarnya ada tiga gerbong, tapi yang ketemu ini adalah gerbong terakhir (ketiga) yang membawa 38 orang dan meninggal semua," beber Suryo.
![]() |
Dari Yogyakarta, gerbong itu dibawa ke Malang dan dimuseumkan. "Dibawa ke sini sebagai bagian dari koleksi perjuangan. Gerbong ini juga tercatat sebagai cagar budaya melalui surat yang dikeluarkan Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto," terang pria yang telah mengabdi di Museum Brawijaya sejak tahun 1985 ini.
Namun, lanjut Suryo, dari tiga gerbong yang ada dalam sejarah, nyatanya mereka hanya menemukan satu gerbong tersebut. Dua gerbong lainnya diduga raib tak terlacak hingga saat ini.
"Jadi yang disini bukti fisiknya, yang di Surabaya dan Bondowoso hanya replika atau monumennya saja," terang Suryo.
Dalam sejarah tertulis, gerbong pertama mengangkut sebanyak 30 orang, gerbong kedua 32 tawanan, dan gerbong terakhir membawa 38 orang.
"Jumlah tawanan saat itu 100 orang. Mereka akan dibawa ke Surabaya dari Bondowoso. Karena pada 23 November 1947, Belanda memindahkan seluruh tahanan perang di Jawa Timur ke penjara Bubutan, Surabaya," ujar Suryo.
Gerbong yang terbuat dari seng dan tertutup rapat tanpa ventilasi udara itu akhirnya memakan banyak korban jiwa.
"Karena kondisi gerbong terbuat dari seng tertutup rapat mengakibatkan banyak yang meninggal dunia. Gerbong pertama selamat semua, meskipun banyak yang pingsan berjumlah 30 orang karena ada lubang sebesar paku, gerbong kedua dari 32 orang, meninggal 8 orang, dan gerbong terakhir yang ini 38 orang meninggal semua," tutup Suryo. (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini