"Pemerintah rupanya tidak mengalami kemajuan dalam menafsir pelajaran kewarganegaraan atau civic education yang dalam transisi sebenarnya sudah kita buat juga kurikulum baru, Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Itu saja dikembangkan lagi," kata Fahri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Ia mengkritik rencana dihidupkannya kembali PMP yang masuk pada kurikulum saat orde baru. Fahri mengaku khawatir dengan adanya PMP justru akan menganggap pemerintah Indonesia menjadi totalitarian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya anggap bagian dari kegamangan pemerintah. Mengajarkan civic education itu memang harus arus besar tapi tidak harus PMP yang dikhawatirkan punya interpretasi totalitarian yang menganggap bahwa yang nanti adanya pandangan bawah pemimpin negara itu nggak bisa disalahkan atau selalu benar atau komunalitas itu selalu mengalahkan individualitas," tuturnya.
Fahri mengusulkan Kemendikbud memfasilitasi pembuatan film, talkshow hingga sinetron bila ingin meningkatkan pendidikan kewarganegaraan untuk siswa. Selain itu, program-program televisi nasional milik pemerintah juga bisa ditingkatkan lagi dengan tujuan yang sama.
"Plus dikembangkan lagi misalnya TVRI itu misal TVRI dipecah jadi beberapa TV, salah satu chanelnya itu 24 jam film tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik. Sehingga konten-konten kewarganegaraan masuk ke situ," ujar Fahri.
"Jangan gelagepan, kemudian bikin PMP lama balikin lagi. Itu kan kaya nggak maju pikirannya. Justru TV-nya kamu bertugas melakukan pendidikan kewarganegaraan," sambungnya.
Dia menambahkan pendidikan kewarganegaraan yang dikemas dalam film diharapkan dapat memberi pengetahuan bagi warga negara terkait makna perbedaan suku, agama dan lainnya. Apalagi menurut Fahri, Kemendikbud memiliki pos dana yang besar.
"Teman-teman yang mau bikin film, sinetron, talkshow, film pendek, tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik itu difasilitasi pakai uang Kemendikbud yang begitu besar, supaya orang tahu bagaimana menjadi warga negara, bagaimana mengelola perbedaan ras dan suku, agama di antara kita. Itu yang harusnya dimasukkan di dalam pendidikan yang lebih masif," ucap Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.
"Bukan kemudian mengambil mahzab dari pikiran lama yang diduga oleh orang cenderung memiliki nuansa totaliter itu tidak boleh kita biarkan," imbuh Fahri.
Sebelumnya, Kemendikbud berencana mengembalikan mata pelajaran PMP. Mata pelajaran zaman Soeharto itu dianggap penting untuk menguatkannya nilai Pancasila.
"PMP kita akan kembalikan lagi karena ini banyak yang harus dihidupkan kembali, bahwa Pancasila ini luar biasa buat bangsa kita, itu mungkin yang akan kita lakukan," kata Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Supriano usai upacara peringatan hari guru di gedung Kemendikbud, Jakarta Pusat.
Saksikan juga video 'Ketua MPR Setuju Pendidikan Moral Pancasila Dihidupkan Lagi!':
(yld/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini