Tak Berharga di Mata Pemulung, Sedotan Plastik Cemari Laut

Tak Berharga di Mata Pemulung, Sedotan Plastik Cemari Laut

Adhi Indra Prasetya - detikNews
Minggu, 25 Nov 2018 19:30 WIB
Pemulung emoh sampah sedotan plastik. (Adhi Indra Prasetya/detikcom)
Jakarta - Sampah sedotan plastik bukan menjadi incaran utama para pemulung sampah. Statusnya kalah populer jika dibandingkan dengan jenis sampah plastik lainnya, seperti gelas ataupun botol.

Mengunjungi salah satu tempat pengumpulan sampah yang terletak di Jalan Warung Sila, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018), detikcom melihat sedikit sekali sedotan plastik di antara tumpukan plastik bekas yang lain.

Selain itu, sedotan plastik juga tidak benar-benar dicari, meski jika ditemukan, para pemulung tetap akan mengambilnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Kalau ketemu sedotan plastik) Ya diambil. Nggak begitu banyak sih. Barang seperti itu kan, cuma kadang-kadang ada. Lebih banyak yang besar-besar," ujar Sodikin (50), salah satu pemulung keliling yang saat ditemui sedang menyortir sampah-sampah plastik secara khusus.


Hal yang sama juga diucapkan Zainal (38) yang bertugas sebagai penyortir sampah. "Sering diambil, kan buat daur ulang juga. Tapi kalau ketemu saja," ujar pria yang mengaku sudah bekerja di tempat pengumpulan sampah itu selama 20 tahun.

Tak Berharga di Mata Pemulung, Sedotan Plastik Cemari LautZainal (38), penyortir sampah di pengepulan sampah Jalan Warung Sila, Jagakarsa. (Adhi Indra Prasetya/detikcom)

Di tempat yang sama juga ditemui Andri (27) yang juga sedang membersihkan botol-botol plastik. Ia menuturkan bahwa sedotan plastik tak dipisahkan secara khusus seperti halnya botol dan gelas plastik. "Nggak (dipisah), kalau sedotan plastik dicampur ke tempat gelas plastik, nggak ada tempat sendiri saat dikumpulkan. Diambil pun kalau ketemu saja."

Botol maupun gelas plastik memang menjadi sampah yang paling banyak dikumpulkan oleh para pemulung. Selain memang jumlahnya yang banyak dan mudah ditemukan, harga jual per kilogram-nya setelah dibersihkan juga lebih besar.


"Jadi botol plastik dibersihkan dulu, dibuka tutupnya, dicopot label mereknya, lalu dikumpulkan dalam karung. Harga jual gelas plastik lebih mahal daripada botol plastik biasa. Kalau botol plastik sekitar Rp 3.000,00, gelas plastik bisa Rp 3.500,00 (per kilogram). Untuk gelas plastik yang tidak berwarna bening juga dipisah. Harganya lebih murah lagi," pungkasnya. Jelas sudah, kenapa sedotan plastik jarang ada di tumpukan plastik pengepul ini.

Tak Berharga di Mata Pemulung, Sedotan Plastik Cemari LautFoto: Pemulung emoh sampah sedotan plastik. (Adhi Indra Prasetya/detikcom)

Dihubungi terpisah, aktivis antisedotan plastik dari Divers Clean Action, Swietenia Puspa Lestari, menjelaskan nilai sedotan plastik tak ada artinya dibanding botol maupun gelas plastik. Maka sedotan bakal jarang ditemui di tempat pengepul sampah plastik. Sedotan plastik lebih banyak tercecer tanpa dipungut, ada pula yang ikut aliran air, akhirnya menjadi sampah di lautan.

"Karena untuk mememiliki nilai, atau memiliki nilai jual, sedotan harus dikumpulkan mencapai 1 kg (baru setelah itu bisa ada harganya di pengepul). Nah untuk 1 kg sedotan itu bisa segerobak itu. Effortnya besar sekali," kata Tenia, panggilan akrab alumni Teknik Lingkungan ITB usia 23 tahun ini.

Sedotan plastik yang sampai ke laut berkontribusi merusak ekosistem. Terbukti, seekor penyu Olive Ridley di perairan Costa Rica menjadi korban sedotan plastik. Hidung penyu itu kemasukan sedotan plastik dan harus dikeluarkan menggunakan tang, darah mengucur dari hidung penyu yang kesakitan. Video berisi penyelamatan penyu ini viral dan menginspirasi Tenia dan banyak orang untuk antisedotan plastik.


Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Safri Burhanuddin, juga memiliki pemahaman serupa. Sedotan adalah barang yang dipandang tak terlalu berharga untuk dipungut pemulung, namun sekaligus barang yang sulit diurai alam. Plastik membutuhkan puluhan hingga ratusan tahun untuk bisa terurai, bahkan harus hancur menjadi mikroplastik terlebih dahulu dan termakan oleh banyak hewan, termasuk ikan yang dikonsumsi manusia.

"Yang jadi masalah itu tidak bisa di-recycle sehingga masuk hidung penyu," kata Safri.

Tak Berharga di Mata Pemulung, Sedotan Plastik Cemari LautPenyu yang hidungnya kemasukan sedotan. (Christinne Figgener/akun YouTube Sea Turtle Biologist)

Berdasarkan penelitian Divers Clean Action tahun 2017, orang-orang di 10 kota besar Indonesia menghabiskan 93.244.847 batang sedotan per harinya. Sedotan sepanjang itu setara dengan 16.784 km, atau sama dengan jarak dari Jakarta ke Mexico City.

Indonesia sendiri adalah negara kedua penyumbang sampah plastik lautan terbanyak di dunia. Itu adalah hasil penelitian Jenna R Jambeck dari Universitas Georgia dkk tahun 2015. Indonesia menghasilkan sampah plastik yang salah urus sebanyak 3,22 juta metrik ton per tahun, atau setara dengan 10,1 persen sampah plastik di planet ini. Negara yang digolongkan 'berpendapatan menengah ke bawah' ini melarungkan 0,48 juta hingga 1,29 juta ton sampah plastik ke lautan tiap tahunnya.


(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads