"Saya pikir di antara 900 ribu masjid dan musala seluruh Indonesia, kalau yang radikal ada 41, itu artinya tidak besar, kan? Yang saya takut mereka sudah 100 ribu (terpapar radikal), baru takut. Kalau hanya 41 atau berapa, artinya masih mudah kita perbaiki," kata JK di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (23/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu ada saja masalahnya (masjid terpapar radikal), tapi kita luruskan, kita (lakukan) pendekatan pada ustaz-ustaznya untuk bertemu dan ada satu cara untuk Islam yang wasatiyah, yang menengah," ujarnya.
JK menjelaskan, dalam Islam, siapa saja yang dinilai mampu memberikan ceramah, akan dipilih sebagai penceramah. Seorang kiai atau penceramah kadang dinilai dari kearifannya di mata masyarakat.
"Kita tidak punya katakanlah kiai S1, S2, S3, itu tidak ada. Yang menilai kiai itu ulama atau bukan ulama itu masyarakat, bukan pemerintah, kearifannya di masyarakat. 'Oh kalau arif begini, dia sudah bisa menjadi kiai.' Jadi kiai itu tidak ada yang memberikan, hanya masyarakat sendiri yang menyebutnya," jelas JK.
Sebelumnya, BIN menyampaikan sebanyak 41 dari 100 masjid yang ada di lingkungan kementerian, lembaga, dan BUMN, terpapar radikalisme. BIN menjelaskan hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil survei.
"Hasil survei terhadap kegiatan khotbah yang disampaikan beberapa penceramah. Survei dilakukan oleh P3M NU yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN," kata Jubir Kepala BIN Wawan Hari Purwanto. (nvl/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini