Pengakuan pria yang bernama John Refra itu tertuang dalam sebuah wawancara staf Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Ratna Dasahasta, dengan John Kei di Nusakambangan. John bercerita tentang kehidupannya masa kini yang lebih baik dibanding masa lalunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
John Kei mengatakan pertama kali masuk ke Nusakambangan dia mengaku labil. Setelah beberapa tahun di Nusakambangan, John sempat dipindah ke lapas high risk atau lapas dengan pengawasan ketat.
Dia bercerita, saat ditempatkan di lapas high risk, kala itu bangunannya belum diresmikan. Terpidana vonis 16 tahun penjara itu mengatakan, istilah penjara pengawasan ketat adalah 'one men, one cell'. Tapi, karena lapas itu belum diresmikan, John punya istilah baru, yaitu 'one men, one prison'.
"Tiga bulan saya ditaruh di high risk, ini bukan 'one man, one cell', tapi 'one man, one prison'. Saya di sini manusia sendiri, sampai ngomong sama tembok," tuturnya.
John menjelaskan, di lapas high risk itulah dirinya sadar akan hidup. John mengakui tidak sehebat yang dia pikirkan jika hanya hidup seorang diri.
"Diisolasi 3 bulan ternyata saya tidak ada apa-apanya," pungkasnya.
John Kei membunuh Ayung di kamar 2701 Swiss-Belhotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat, pada 26 Januari 2012.
Ayung tewas dengan 23 luka tusuk di sekujur tubuhnya. Polisi menangkap delapan orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Ancola Kei, Tuce Kei, Dani Res, Kupra, Chandra Kei, John Refra Kei, Yoseph Hungan, dan Mukhlis.
John Kei divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di tingkat kasasi, John Kei divonis 16 tahun penjara.
Pada November 2017, John Kei dan kelompoknya juga sempat berulah. John Kei cs sempat terlibat perkelahian dengan napi teroris.
Cerita John Kei di LP Nusakambangan bisa disaksikan dalam video di bawah.
(rvk/fjp)