"Saya kira itu ya sama, satu aliranlah diksinya dengan genderuwo, sontoloyo. Itu bisa ada orang yang tersinggung ya dengan kata-kata seperti itu," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/11/2018).
Menurut Fadli, kiasan 'buta-budek' yang digunakan Ma'ruf bisa menyinggung kaum difabel. Ia berharap hal serupa tak lagi terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau misal kita kritik, ya ayo diadu dong datanya," imbuh Fadli.
Sebelumnya diberitakan, Ma'ruf Amin mengatakan hanya orang 'buta' dan 'budek' yang tidak bisa melihat prestasi pemerintahan Jokowi-JK. Ucapan itu awalnya disampaikan Ma'ruf ketika memberikan sambutan dalam acara deklarasi Barisan Nusantara pada Sabtu, 10 November.
"Pak Jokowi sudah berhasil membangun berbagai fasilitas dan infrastruktur, seperti pelabuhan, lapangan terbang, sehingga arus orang dan arus barang berjalan dengan baik, terkoneksi daerah lain dapat menghilangkan disparitas antara satu dengan yang lain fasilitas pendidikan kesehatan dan lainnya sudah," kata Ma'ruf.
"Orang sehat bisa dapat melihat jelas prestasi yang ditorehkan oleh Pak Jokowi, kecuali orang budek saja tidak mau mendengar informasi dan kecuali orang buta saja tidak bisa melihat realitas kenyataan," sambungnya.
Ma'ruf memberi penjelasan lebih jauh terkait pernyataannya tersebut. Dia merasa tidak dalam kondisi penuh amarah serta menuding siapa pun.
"Saya cuma bilang, kalau ada yang yang menafikan kenyataan, yang tak mendengar dan melihat prestasi, nah sepertinya orang itu yang dalam Alquran disebut αΉ£ummum, bukmun, 'umyun. Budek, bisu, dan tuli," ujar Ma'ruf.
"Artinya orang yang tak mendengar, orang yang tak mau melihat, yang tak mau mengungkapkan kebenaran itu namanya bisu, budek, buta. Jadi itu bahasa 'kalau' ya. Saya tak menuduh orang atau siapa-siapa. Saya heran, kenapa jadi ada yang tersinggung. Tak menuduh dia kok," imbuh Ma'ruf. (tsa/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini