Narasi 'politikus sontoloyo' disampaikan Jokowi untuk pihak yang mengadu domba, menyebar fitnah, dan memecah belah demi merebut kekuasaan. Sedangkan istilah 'politik genderuwo' ditujukan kepada politikus yang kerap menyebarkan propaganda yang menakut-nakuti masyarakat.
Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai, Jokowi jengkel karena kinerjanya seolah tidak diakui oposisi--dalam hal ini kubu Prabowo-Sandiaga--selama empat tahun memimpin. Padahal, kata Adi, tidak semua pencapaian Jokowi mendapat rapor merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi menyebut, penggunaan istilah yang disampaikan Jokowi bisa bermasalah karena dapat menjadi bahan kritikan dari kubu Prabowo. Jokowi diminta tetap menyampaikan narasi-narasi yang substansial atau tidak menyindir.
"Memang pemilihan diksi ini bermasalah. Bukan hanya Pak Jokowi dan Pak Prabowo, masalahnya adalah penggunaan diksi ini cenderung nyinyir dan bernada merendahkan. Sekalipun ada pertarungan klaim bahwa Jokowi sukses, terus Prabowo anggap tidak sukses, mestinya diksi-diksi yang disampaikan harus lebih subtantif," kata Adi.
![]() |
Selain itu, Jokowi diminta tidak terpancing dengan serangan oposisi. Secara komunikasi politik, Jokowi hanya perlu memaparkan capaian-capaian pemerintah untuk menangkal serangan.
"Ketika ada orang yang meragukan apa yang dilakukan Pak Jokowi, biarlah data itu yang menjawab. Tinggal ditunjukkan data itu. Artinya orang akan sulit membantah kalau pencapaian atau prestasi Pak Jokowi dibukukan dan diserahkan pada masyarakat untuk menghindari hoax dan fitnah. Itu control opinion yang cukup nyata," terang Adi.
Saksikan juga video 'Jokowi Ungkap Politik Genderuwo, Ini Reaksi Eggi Sudjana':
(dkp/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini